JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan yang diajukan oleh Moch. Ojat Sudrajat S., warga Provinsi Banten yang juga sebagai Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia terhadap uji materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU ORI) pada Kamis (29/9/2022). Ketua MK Anwar Usman membacakan butir ketetapan terhadap permohonan Nomor 81/PUU-XX/2022 ini pada Sidang Pengucapan Putusan MK dari Ruang Sidang Pleno MK.
Sesuai dengan Pasal 34 UU MK, kata Anwar, Mahkamah telah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan melalui Sidang Panel pada 6 September 2022. Pada sidang tersebut Panel Hakim telah memberi nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Namun pada 18 September 2022, Kepaniteraan MK menerima pencabutan perkara melalui su dengan alasan gugatan Pemohon terhadap Ombudsman RI di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten di Pengadilan Tata Usaha Negara Serang sedang berlangsung. Oleh karena kondisi tersebut, Pemohon memutuskan mencabut permohonan pengujiannya.
Atas permohonan pencabutan demikian, Mahkamah melakukan konfirmasi kepada Pemohon dalam sidang Pemeriksaan Perbaikan Permohonan pada 19 September 2022 dan Pemohon membenarkan surat pencabutan permohonan tersebut. Berpedoman pada Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (2) UU MK, maka Rapat Permusyawaratan Hakim pada 20 September 2022 menetapkan pencabutan atau penarikan kembali permohonan Perkara Nomor 81/PUUXX/2022 adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo. Berikutnya Mahkamah memerintahkan Panitera MK untuk mencatat penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon.
“Menetapkan mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon; Menyatakan Permohonan Nomor 81/PUU-XX/2022 mengenai Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali; Menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” ucap Anwar dalam sidang yang diikuti para pihak secara daring.
Baca juga: Menguji Tugas dan Kewenangan Ombudsman
Sebagai informasi, pada persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK secara daring pada Selasa (6/9/2022) Pemohon mengatakan telah mengirimkan surat keberatan administratif kepada Ketua ORI atas dikeluarkannya hasil akhir pemeriksaan atas laporan pengaduan berupa 3 Maladministrasi dalam proses pengangkatan Penjabat Kepala Daerah. Pemohon merasa mengalami kerugian yang bersifat potensial karena dalam surat dari ORI tersebut dinyatakan bukan hanya untuk menyelesaikan perkara yang saat ini sedang berjalan pemeriksaannya di PTUN Jakarta. Dalam pandangannya, seharusnya ORI menolak laporan pengaduan tersebut mengingat terhadap substansi yang sama sedang diperiksa di PTUN Jakarta, sehingga diduga ORI melanggar ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU ORI dan Pasal 5 huruf a Peraturan ORI 48/2020.
Selain itu Pemohon menganggap Ketentuan Pasal 10 UU ORI bertentangan dengan hak Pemohon sebagaimana diberikan oleh UUD 1945 melalui Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ia menegaskan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum sehingga tidak ada satu pun baik orang perorang maupun lembaga atau instansi yang kebal hukum, yang tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan walaupun dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam petitum, Pemohon memohon pada Mahkamah untuk menyatakan ketentuan Pasal 10 UU ORI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang dimaknai “Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan walaupun melanggar aturan perundang-undangan.”(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana