JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan Rizky Puguh Wibowo, Zainal Hudha Purnama, dan Minggus Umboh, sepanjang berkenaan dengan Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan). Mahkamah juga menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Demikian amar Putusan MK Nomor 84/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) yang sebagiannya telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Sidang pengucapan putusan digelar di MK secara daring pada Kamis (29/9/2022).
Mahkamah telah memeriksa permohonan para Pemohon dalam persidangan Pendahuluan pada Selasa, 6 September 2022. Dalam persidangan tersebut Majelis Panel Hakim sesuai dengan kewajibannya yang diatur dalam Pasal 39 ayat (2) UU MK dan Pasal 41 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang telah memberikan nasihat kepada para Pemohon untuk memperbaiki dan memperjelas hal-hal yang di antaranya berkaitan dengan bagian perihal Permohonan, Posita, dan Petitum Permohonan. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum acara, para Pemohon diberi waktu 14 (empat belas) hari untuk memperbaiki permohonan. Terhadap nasihat Majelis Hakim Panel tersebut, para Pemohon telah melakukan perbaikan permohonan yang diterima Mahkamah pada 19 September 2022 yang kemudian pada 19 September 2022 dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan
Setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama perbaikan permohonan para Pemohon, telah ternyata meminta pemaknaan yang tidak lazim dalam perumusan undang-undang dengan Penjelasan Pasal 9 UU Perdagangan, yang mengakibatkan rumusan demikian tidak konsisten, koheren, dan berkorelasi antara satu Petitum dengan Petitum lainnya. “Hal demikian menyebabkan yang sesungguhnya dimohonkan oleh para Pemohon menjadi tidak jelas dan kabur, padahal fungsi Penjelasan dari suatu pasal atau ayat dalam undang-undang merupakan sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh dan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud” ucap Aswanto dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya.
Payung Hukum
Selanjutnya Aswanto menyebutkan sepanjang pengujian konstitusionalitas Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan yang dinilai para Pemohon berkorelasi dengan Penjelasan Pasal 9 UU Perdagangan khususnya terkait dengan definisi kata “Barang”. Mahkamah menilai norma yang diujikan tersebut merupakan ketentuan umum dalam UU Perdagangan yang terkait dengan batasan pengertian kata “Barang” yang akan berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya. Sejatinya norma yang terdapat dalam bagian ketentuan umum tersebut, lanjut Aswanto, akan menjadi payung hukum terhadap norma-norma di bawahnya. Sehingga, pemaknaan terhadap norma dalam bagian ketentuan umum harus dilakukan secara saksama. Sebab hal tersebut terkait dengan ketentuan norma dasar dari suatu undang-undang.
“Apabila norma dasar tersebut mengalami perubahan, maka harus dipertimbangkan juga keharmonisannya dengan pasal-pasal di bawahnya yang memiliki keterkaitan, apakah pemaknaan yang baru tersebut tidak menimbulkan kerancuan bagi pasal-pasal terkait berikutnya,” sebut Aswanto dalam sidang yang dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK.
Bukan Rumusan Tepat
Berikutnya berkaitan deegan permohonan para Pemohon yang meminta pemaknaan terhadap Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan dengan menambahkan frasa “termasuk buku elektronik dan robot trading”. Mahkamah berpendapat hal demikian akan mempengaruhi struktur batang tubuh UU Perdagangan khususnya pasal-pasal yang berhubungan dengan definisi kata “Barang”. Selain itu, jelas Aswanto, secara doktriner penambahan frasa tersebut dalam Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan, bukanlah rumusan yang tepat untuk dimasukkan dalam bagian ketentuan umum. Frasa tersebut bukan merupakan uraian yang bersifat umum dari batasan dari suatu pengertian, bahkan rumusan frasa tersebut membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Dengan demikian, penambahan frasa “termasuk buku elektronik dan robot trading” dalam Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap kata “Barang” itu sendiri.
Baca juga:
Pemilik Usaha Penjualan e-Book dan Robot Trading Gugat UU Perdagangan
Pebisnis Robot Trading dan E-Book Sampaikan Perbaikan Permohonan
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.