JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan pengujian Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) terhadap UUD 1945. Sidang pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XX/2022 ini digelar secara daring di MK pada Kamis (29/9/2022).
Permohonan Leonardo Siahaan. Adapun norma yang diujikan adalah Pasal 39 ayat (3) UU Perlindungan Anak yang menyatakan “Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat”.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan norma Pasal 39 UU Perlindungan Anak telah terang adanya ketentuan calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat yang saat ini sedang dipersoalkan oleh Pemohon merupakan norma yang sesungguhnya telah dirumuskan sejak awal mula dibentuknya UU 23/2002 dan tetap dipertahankan dalam undang-undang perubahannya (UU 35/2014). Norma Pasal tersebut menurut Mahkamah sama sekali tidak menghalangi, menghambat, atau membatasi hak orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah yang dijamin oleh Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 sebagaimana didalilkan Pemohon.
“Keberadaan Pasal 39 ayat (3) UU 35/2014 justru merupakan pengejawantahan kepentingan terbaik bagi anak. Demikian pula, menurut Mahkamah Pasal 39 ayat (3) UU 35/2014 juga tidak menghalangi hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” kata Enny membacakan pertimbangan hukum.
Sebaliknya, sambung Enny, norma Pasal a quo justru merupakan bagian dari upaya negara untuk melindungi dan memastikan agar anak mendapatkan hak-haknya dan demi kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan tujuan yang hendak diwujudkan melalui UU Perlindungan Anak.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah, tidak terdapat pertentangan norma Pasal 39 ayat (3) UU Perlindungan Anak dengan Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Sedangkan, terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena dipandang tidak relevan dan oleh karena itu harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
Lebih lanjut Enny menjelaskan, setelah Mahkamah mempertimbangkan pokok permohonan Pemohon sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya Mahkamah mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum Pemohon. Berdasarkan uraian Pemohon mengenai kedudukan hukum dan alat bukti yang diajukan, Mahkamah berpendapat Pemohon benar adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang belum menikah yang memiliki hak-hak sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 dan menganggap hak-hak konstitusional tersebut terabaikan karena berlakunya norma Pasal 39 ayat (3) UU Perlindungan Anak, sehingga menghalangi Pemohon untuk mengangkat anak sebab diharuskan anak yang diangkat seagama dengan orang tua yang mengangkatnya. Pemohon dalam menguraikan anggapan kerugian hak konstitusionalnya telah ternyata tidak mengaitkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon orang tua angkat sebelum melakukan pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga Pemohon tidak dapat menjelaskan kepada Mahkamah bahwa Pemohon telah memenuhi keseluruhan persyaratan calon orang tua angkat.
“Menurut Mahkamah, Pemohon tidak dapat menjelaskan anggapan kerugian hak konstitusional Pemohon yang bersifat aktual, spesifik atau setidak-tidaknya potensial serta adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara anggapan kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam perkara a quo. Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Seandainyapun Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma Pasal 39 ayat (3) UU 35/2014, quod non, telah ternyata dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” tegas Enny.
Baca juga:
Adopsi Anak Beda Agama, Bolehkah?
Perbaikan Uji Konstitusionalitas Anak Angkat Harus Seagama
Penulis: Utami Argawati
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.