JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (27/9/2022). Perkara Nomor 90/PUU-XX/2022 tersebut diajukan oleh Cahaya selaku Ketua Asosiasi Masyarakat Adat dan M. Syarief Usemahu yang merupakan seorang petani.
Sedianya, sidang perdana tersebut beragendakan sidang pendahuluan. Namun ternyata Pemohon melakukan pencabutan permohonan. Hal tersebut terungkap dalam persidangan saat Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, mengonfirmasi kehadiran Yared Hetharie dalam persidangan. Manahan menyebut permohonan Pemohon tidak jelas karena dalam permohonannya Yared Hethari merupakan kuasa hukum dari Pemohon, namun dalam persidangan ia mengaku sebagai pemohon prinsipal sekaligus kuasa pemohon. “Saya sebagai kuasa hukum pemohon atas nama Cahaya sekaligus sebagai pemohon prinsipal,” ujar Yared.
Menanggapi hal tersebut, Yared Hetharie tidak dapat menjelaskan kedudukan hukumnya, ia memutuskan untuk mencabut permohonan tersebut. Atas jawaban Pemohon tersebut, Manahan menyarankan agar Pemohon mencabut permohonan, baru kemudian memperbaiki permohonan.
“Saudara tadi sudah mengambil suatu keputusan untuk mencabut permohonan ini, kami sarankan agar dicabut dulu baru nanti diperbaiki sesuai ketentuan maupun hukum acara perundang-undangannya yang berlaku. Nanti saudara kirimkan surat pernyataan pencabutan dalam waktu tiga hari,” saran Manahan MP Sitompul dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief hidayat dan Daniel Yusmic P Foekh.
Sebagai tambahan informasi, dalam permohonannya, Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 18 juncto Pasal 11B UU Cipta Kerja. Menurut Pemohon, pasal tersebut mengakibatkan kegiatan penambangan dan pembukaan lahan perkebunan di Lingkungan Desa Hijau yang dilakukan PT. Maju Mundur dan PT. Terjun Bebas akan semakin leluasa dilakukan karena dasar hukum pengenaan sanksi pidana terhadap perusahaan tersebut menjadi kabur, hal ini mengakibatkan masyarakat Desa Hijau kesulitan mendapatkan sumber air untuk lahan pertanian. Selain itu, mengakibatkan kerusakan lingkungan di masa yang akan dating, terkena penyakit infeksi saluran pernapasan, serta sarana prasarana jalan di Desa Hijau menjadi rusak.
Untuk itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK di antaranya untuk menyatakan Pasal 18 juncto 11B UU Ciptaker tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai; bahwa orang, badan hukum atau korporasi yang mempunyai Izin Berusaha dapat melakukan kegiatan lain di kawasan hutan dan tidak dikenai sanksi administrasi. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana