BANDUNG, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi pemateri pada Diklat Khusus Profesi Advokat (DKPA) Angkatan XVI yang diselenggarakan oleh Kongres Advokat Indonesia dan Universitas Pasundan (Unpas) Bandung pada Sabtu (24/9/2022) di Grand Hotel Preanger Bandung, Jawa Barat. Dalam kegiatan tersebut, Anwar menyampaikan materi mengenai kewenangan MK.
Anwar yang hadir secara langsung mengatakan berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Berbicara mengenai kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (UU), seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU, dapat mengujinya ke MK.
“Sebuah undang-undang hasil kerja 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan, dapat dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi hanya oleh permohonan seorang warga negara,” kata Anwar.
Kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945, sambung Anwar, adalah memutus pembubaran partai politik. Anwar mengungkapkan, dahulu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Dengan adanya amendemen UUD 1945, maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden.
MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Selain itu, sambung Anwar, dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Anwar menjelaskan, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri dua per tiga dari seluruh anggota DPR, dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk.
Anwar juga menjelaskan, terdapat kewenangan lain atau tambahan yang diatur dalam Pasal 157 (3) UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam kewenangan tersebut, MK diminta menyelesaikan perselisihan Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Selain itu, Anwar juga membahas secara singkat mengenai hukum acara MK. Permohonan pengujian UU di MK meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil. Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sedangkan pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil.
Penuis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.