KUPANG, HUMAS MKRI – Secara konstitusional pemulihan ekonomi di masa pandemi telah dijamin dalam Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak memperoleh mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini ditegaskan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam kuliah umum hukum konstitusi di Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW), Kupang, Nusa Tenggara Timur (23/9/2022). Kuliah ini diikuti oleh mahasiswa baru dan mahasiswa kelas ekstensi yang berjumlah seratus perserta bertempat di Gedung Alfa Kampus UKAW.
Kuliah tersebut dihadiri oleh Rektor dan Dekan serta civitas akademika FH UKAW. Dalam sambutannya, Rektor UKAW Ayub U.I. Meko menyampaikan bahwa kesempatan ini sangatlah berharga bagi mahasiswa untuk berdiskusi langsung dengan hakim konstitusi yang memeriksa dan memutus perkara konstitusi.
“Ini momen yang harus dimanfaatkan dengan baik bagi mahasiswa untuk mendapatkan informasi aktual perkembangan hukum konstitusi di tanah air,” ungkapnya. Demikian juga Dekan FH UKAW Melkianus Ndaomanu menyambut gembira hadirnya hakim konstitusi di salah universitas terkemuka di Kupang.
Manahan dalam paparan menjelaskan posisi MK dalam sistem ketatanegaraan pasca-amendemen serta perannya dalam putusan-putusannya yang turut serta mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi berdasarkan hukum dan konstitusi. “Jadi, MK itu memeriksa dan memutus pengujian undang-undang dan juga Perpu, dalam kondisi pandemi ini ada masyarakat yang keberatan dengan lahirnya perpu atau undang-undang Covid yang dianggap tidak sejalan dengan konstitusi”, ungkapnya.
Jalur konstitusional yang ditempuh oleh masyarakat tersebut adalah judicial review undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. “Baik Perpu Covid dan setelah menjadi undang-undang juga diujikan ke MK secara formil dan materiil dan akhirnya MK memutuskan perkara-perkara tersebut,” tegas Manahan.
Kehadiran Negara dalam Pemulihan Ekonomi
Dalam konteks kehadiran negara di masa Pandemi Covid-19, Manahan mengupas perihal pengaturan konstitusi mengenai keadaaan bahaya atau keadaan darurat. “Penting dicermati Pasal 12 UUD 1945 yang berbunyi ‘Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang’, pasal ini dikenal sebagai pasal yang melahirkan hukum tata negara darurat, ulasnya. Selain itu, ada juga Pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi ‘Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang’. Pasal inilah yang menjadi landasan lahirnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu),” tambahnya.
Manahan menyebut berbagai tindakan yang dilakukan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan tentunnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum dan menjelaskan cara pemerintah bekerja dalam situasi negara darurat.
“Jadi seluruh kebijakan tersebut memerlukan dana besar dan membutuhkan langkah-langkah pengambilan kebijakan yang lebih luas dan segera terutama pengadaan alat medis dan tenaga medis, pembangunan/perbaikan fasilitas kesehatan, dukungan obat-obatan, penggalian sumber-sumber pembiayaan, relaksasi penerimaan negara baik pajak maupun non pajak, refocusing dan realokasi anggaran dalam APBN, disinilah negara hadir sesuai amanat konstitusi,” ungkap Manahan.
Cegah Pailit dalam Kondisi Ekonomi Sulit
Lebih lanjut Manahan memaparkan bagaimana dinamika pemulihan ekonomi nasional dan upaya antisipasi terjadinya pailit bagi perusahaan milik pemerintah. “Jadi program pemulihan ekonomi nasional itu sebagai langkah pemerintah untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya selama pandemi COVID-19,” ungkap Manahan.
Di samping itu. program pemulihan untuk BUMN selama masa COVID-19 juga dilakukan dengan penyertaan modal negara, investasi pemerintah, serta kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan pemerintah. “Hal-hal seperti penyertaan modal negara BUMN ini penting bagi BUMN yang terdampak pandemi COVID-19,” tambahnya.
Manahan juga mengulas bagaimana seharusnya negara membuat skala prioritas untuk melindungi hajat hidup orang banyak dan juga kepada BUMN yang berdampak sistemik bagi sektor keuangan. “Maka dukungan pemerintah diberikan dengan prioritas kepada BUMN strategis yang sangat terdampak COVID-19 dengan mempertimbangkan kehati-hatian, good governance dan sejalan dengan kebijakan makro. Dukungan tidak hanya dari tambahan APBN, program Pemulihan Ekonomi Nasional diberikan kepada BUMN strategis untuk pelayanan masyarkat diantaranya melalui Penyertaan Modal Negara,” sebut Manahan.
Menurut Manahan, hal-hal tersebut peting dilakukan untuk mencegah terhadinya pailit yang pada akhirnya merugikan hak-hak konstusional warga negara. “Perusahaan yang dinyatakan pailit akan menimbulkan negative multi-effect terhadap perekonomian nasional, akibat perusahaan yang tutup, tenaga kerja yang kehilangan lapangan kerja dan stake holders perusahaan besar sebagai bagian dari ekonomi nasional, tidak lagi berperan menggerakkan roda perekonomian nasional bahkan ekonomi global. Penyelamatan perusahaan-perusahaan tersebut terkait dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945,” pungkasnya.(*)
Penulis: M. Mahrus Ali
Editor: Lulu Anjarsari P.