JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi pembicara dalam acara yang bertajuk “Penegakan Hukum Pemilu dan Penyelesaian Masalah Hukum Pemilu” yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, pada Kamis (22/9/2022), di Jakarta.
Aswanto yang hadir secara langsung menyampaikan, dasar hukum pembentukan MK terdapat dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut ia menjelaskan, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Selain itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
“Kewenangan MK dalam perselisihan hasil pemilu yakni Pemilihan Legislative (Pileg) dan Pemilihan presiden (Pilpres) terdapat dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kalau terjadi sengketa, pada pileg yang bisa mengajukan adalah partai poltik. Ini sering terjadi persoalan. Memang yang memasukan sengketa adalah caleg, namun di dalam UUD dinyatakan harus melalui parpol. Dan yang berhak mengajukan adalah peserta pemilu melalui parpol. Ketika ada caleg yang tidak benar, maka caleg tersebut melalui parpol. Termohon dalam pengujian adalah KPU,”ujar Aswanto.
Selain itu, Aswanto menyebut objek dalam perkara PHPU anggota DPR dan DPRD merupakan keputusan Termohon tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional yang memengaruhi perolehan kursi Pemohon dan/atau terpilihnya calon anggota DPR dan/atau DPRD di suatu daerah pemilihan; atau terpenuhinya ambang batas perolehan suara Pemohon sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR.
Sedangkan Bawaslu dan/atau jajarannya secara berjenjang bertindak sebagai pemberi keterangan dalam pemeriksaan perkara PHPU anggota DPR dan DPRD yang terkait dengan permohonan yang diperiksa oleh MK.
“Keterangan Bawaslu diajukan kepada MK dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari sebelum sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Keterangan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh Bawaslu atau kuasa hukum,”imbuh Aswanto. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu A.