Luhur Hertanto - detikcom
Jakarta - Meski menjabat Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara RI, ternyata Presiden SBY tidak cukup keleluasaan menjalankan program aksinya. Aturan ketat dalam UUD 45 yang memberi kewenangan yang lebih condong ke parlemen dianggap sebagai pembatasnya.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian Konstitusi (LKK), Prof Sri Soemantri, seusai melaporkan hasil kajiannya pada Presiden SBY di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (21/4/2008).
"Presiden mengeluh seakan-akan terikat kaki dan tangannya, tidak bisa membuat efektif program-programnya pada masyarakat. Dan UUD harus lebih seimbang antara eksekutif dan legislatif," kata dia.
Distrubusi wewenang kurang seimbang itu salah satu alasan perlu ada setidaknya satu lagi amandemen terhadap UUD 45. Empat kali amandemen yang dilakukan sejak reformasi bergulir dirasakan belum cukup membuat konstitusi dasar ini menjadi rujukan semua produk hukum negara.
Meski ada banyak kemajuan dan terobosan dihasilkan, tapi ada sejumlah masalah yang menurut LKK perlu untuk membuat UUD 45 bisa berlaku hingga ratusan tahun ke depan. Seperti adanya inkonsistensi yuridis dan teoritis, kekacauan struktur dan sistematika dan pasal-pasal yang multiintepretasi yang tidak terlalu positif untuk dijalankan.
"Banyak yang perlu diperbaiki bagi sebuah UUD untuk bangsa dan negara. UUD adalah dasar yang berlaku untuk jangka waktu panjang. UUD berisi berbagai kepentingan politik bangsa jangka panjang dan bukan diisi kepentingan politik jangka pendek," imbuh anggota LKK Albert Hasibuan. ( lh / ana )
Sumber: http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/04/tgl/21/time/182743/idnews/926962/idkanal/10
foto: http://www.indonesia-1.com/gambar/news/sby_freddy.jpg