JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU ORI) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Senin (19/9/2022). Permohonan Nomor 81/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UU ORI ini diajukan oleh Moch. Ojat Sudrajat S., Warga Provinsi Banten yang juga sebagai Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia.
Sedianya, sidang kali kedua ini beragendakan perbaikan permohonan. Namun ternyata Pemohon melakukan pencabutan permohonan.
Hal tersebut terungkap dalam persidangan, saat Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengonfirmasi perihal surat pencabutan permohonan yang dikirimkan oleh Moch. Ojat Sudrajat S. “Pak Ojat, kami ingin konfirmasi terkait dengan (pencabutan) permohonan Pak Ojat ini,” tanya Daniel.
Ojat yang hadir secara daring membenarkan pihaknya telah mengirimkan surat pencabutan permohonan perkara pengujian UU ORI melalui email Kepaniteraan MK.
“Betul, kami mengirimkan surat melalui email terkait pencabutan perkara yang kami ajukan, pengujian undang-undang, dengan pertimbangan salah satunya kami menerima masukan sangat baik dari salah satu Majelis Panel untuk kami mendapatkan keputusan inkracht dulu di PTUN baik di Jakarta maupun di Serang. Kami juga baru selesai sidang di PTUN Jakarta, persidangan masih berlanjut dan sampai perkara pokok,” ujarnya.
Baca juga:
Menguji Tugas dan Kewenangan Ombudsman
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 81/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU ORI) diajukan oleh Moch. Ojat Sudrajat S. Warga Provinsi Banten yang juga Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia ini menguji Pasal 10 UU ORI yang menyatakan, “Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan”.
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK secara daring pada Selasa (6/9/2022) Moch. Ojat Sudrajat S. (Pemohon) mengatakan ia telah mengirimkan surat keberatan administratif kepada Ketua ORI atas dikeluarkannya hasil akhir pemeriksaan atas laporan pengaduan berupa 3 Maladministrasi dalam proses pengangkatan Penjabat Kepala Daerah. Ojat juga menyebut telah mengirimkan Laporan Pengaduan ke Bareskrim Polri.
Ojat merasa mengalami kerugian yang bersifat potensial terjadi karena dalam surat dari ORI tersebut dinyatakan bahwa bukan hanya untuk menyelesaikan perkara yang saat ini sedang berjalan pemeriksaannya di PTUN Jakarta.
“Seharusnya ORI menolak laporan pengaduan tersebut mengingat terhadap substansi yang sama sedang diperiksa di PTUN Jakarta, sehingga diduga ORI melanggar ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU ORI dan Pasal 5 huruf a Peraturan ORI 48/2020,” kata Ojat
Ojat menganggap Ketentuan Pasal 10 UU ORI bertentangan dengan hak Pemohon sebagaimana diberikan oleh UUD 1945 melalui Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ojat menegaskan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum sehingga tidak ada satu pun baik orang perorang maupun lembaga atau instansi yang kebal hukum, yang tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan walaupun dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Dalam petitum, Ojat memohon MK menyatakan ketentuan Pasal 10 UU ORI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang dimaknai “Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan walaupun melanggar aturan perundang-undangan.”
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.