BENGKULU, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi pembicara kunci dan pemateri dalam Bedah Buku “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia Domestik dan Internasional”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bengkulu pada Jumat (9/9/2022) di Ruang Internasional I FH Universitas Bengkulu.
Aswanto dalam ceramah kunci menyebutkan buku yang dibedah pada hari ini memuat salah satu bahasan mengenai hakikat dan perbedaan antara hak asasi manusia (HAM) dengan hak dasar yang diberikan negara kepada warga negara. HAM pada intinya merupakan hak yang bersumber dari Tuhan. Sementara hak dasar tidak lain adalah hak-hak yang diberikan kepada warga negara guna menciptakan kehidupan yang serasi, selaras, seimbang, dan dinamis. Oleh karenanya, hak-hak yang ada pada konstitusi Indonesia telah membaurkan antara keduanya. Sebagai contoh Aswanto menyebutkan norma-norma yang terkandung dalam Pasal 28 UUD 1945 yang salah satunya tentang kebebasan berbicara/mengemukakan pendapat sejatinya adalah bagian dari hak asasi manusia yang telah diberikan Tuhan, sehingga dalam hal ini peran negara hadir sebagai pihak yang kemudian menjamin hak tersebut didapatkan setiap warga negara dengan pemenuhan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kehadiran negara ini dapat dikuasakan kepada lembaga negara seperti keberadaan Mahkamah Konstitusi, yang di dalamnya terdapat fungsi MK sebagai pelindung hak asasi manusia. Fungsi inilah kemudian yang diejawantahkan MK dengan mencermati hak-hak yang diberikan konstitusi tersebut apakah sejalan dan terlaksana serta terpenuhi dengan baik,” sampai Aswanto.
Sejarah dan Perkembangan HAM
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh secara runut mengulas mengenai beberapa poin dalam buku “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia Domestik dan Internasional” karya Wakil MK Aswanto dan Panitera Pengganti MK Wilma Silalahi. Daniel merekomendasikan buku ini menjadi pegangan bagi mahasiswa ilmu hukum.
Daniel menjelaskan, pada bagian awal buku mengulas tentang sejarah terbentuknya konstitusi melalui rapat-rapat penting tentang penuangan gagasan hak asasi manusia dari tokoh bangsa. Pada buku ini juga menguraikan terkait pelanggaran HAM dengan menyajikan kasus-kasus yang ada dalam perjalanan bangsa Indonesia. Di samping itu, pada buku ini juga menyajikan persoalan dan perkembangan HAM.
“Dari buku ini, para pembaca diajak untuk melihat perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Dan dari buku-buku ini pula adik-adik mahasiswa diajak untuk menyelami persoalan hak asasi manusia yang dapat dikaji lebih lanjut,” kata Daniel.
Sejalan dengan pembahasan pada buku ini, Daniel memperluas bahasan dan mengaitkannya dengan masalah kedaruratan yang perlu dilakukan atau dipilih negara dalam pelaksanaan atau pemenuhan HAM dan hak dasar warga negara sebagaimana tertulis pada konstitusi. Sebagai ilustrasi, Daniel menceritakan tentang konsep persoalan pandemi, endemi, dan norma tentang hal ini yang ditetapkan negara dalam konstitusi atau norma di bawahnya. Dalam hal ihwal kegentingan memaksa, Presiden dapat membuat aturan berupa Perpu untuk menanggulangi persoalan kegentingan memaksa tersebut.
Sejalan dengan ini, lanjut Daniel, MK pernah memutus dalam putusannya. Akan tetapi, hal penting yang perlu dipetik oleh para mahasiswa adalah mengenai jaminan konstitusional berupa hak untuk hidup dalam keadaan kegentingan memaksa sekalipun, untuk kemudian didiskusikan secara lebih lanjut dalam forum-forum guna memperluas sudut pandang para mahasiswa hukum tentang konsep dasar hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi dan undang-undang negara.
Penulis : Sri Pujianti.
Editor: Nur R.