Setelah mengadakan sidang pertama judicial review UU Pemilu pada minggu lalu, Mahkamah Konstitusi segera menerima permohonan gugatan baru dari anggota DPD. Objek hukum yang bakal digugat tetap sama, yakni UU Pemilu. Namun, kali ini pasal pemberlakuan electoral threshold (ET) yang dinilai diskriminatif menjadi concern gugatan.
Permohonan uji materiil UU Pemilu tersebut akan diajukan anggota DPD asal Kalimantan Selatan Sofwat Hadi. Jika sebelumnya gugatan UU Pemilu dilakukan bersama-sama antara lembaga DPD, kelompok masyarakat, dan lima lembaga swadaya, gugatan berikutnya hanya diwakili perseorangan.
"Kami ingin tunjukkan bahwa UU Pemilu yang dibahas di DPR banyak kekurangan dan tidak sesuai dengan UUD 1945," jelas Sofwat tentang alasan pengajuan gugatannya ke MK kepada koran ini kemarin (20/4). Rencananya, gugatan didaftarkan dalam minggu ini. Gugatan sengaja dipisah dengan pengajuan sebelumnya agar masyarakat mengerti bahwa UU Pemilu yang baru perlu disempurnakan.
Mantan Kapolresta Surabaya Timur itu menegaskan bahwa pemberlakuan ET terhadap peserta pemilu partai politik dipermasalahkan karena ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta pemilu perseorangan yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Pada UU Pemilu yang lama, ambang batas ET adalah tiga persen. Artinya, partai politik peserta Pemilu 2004 yang mendapat suara di atas tiga persen akan langsung mengikuti Pemilu 2009 tanpa harus melewati proses verifikasi.
Dalam pembahasan UU Pemilu yang baru, DPD menuntut agar ketentuan ET tersebut juga berlaku bagi anggota DPD 2004-2009. Maksudnya, anggota DPD incumbent yang pada Pemilu 2004 mendapat suara di atas tiga persen juga dibebaskan dari syarat pengumpulan dukungan. "Misalnya, ada anggota DPD yang dulu mendapat suara 200 ribu. Masak dia masih disuruh mengumpulkan 5.000 dukungan lagi?" tandasnya.(cak/mk)
Sumber www.jawapos.com
Foto www.jawapos.com