JAYAPURA, HUMAS MKRI - Di hadapan sekitar 300 mahasiswa dan civitas akademika Universitas Yapis (UNIYAP) Papua, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengupas tentang seluk beluk state of emergency yang berkaitan dengan putusan MK tentang UU Covid dalam kuliah umum hukum konstitusi secara daring dan luring dengan tajuk perlindungan hak konstitusional wara negara di masa pandemi di auditorium H Daud Syamsudin Ponto Uniyap, Jayapura (27/08/2022). Stadium general ini diikuti oleh mahasiswa pasca sarjana magister ilmu hukum, mahasiswa baru fakultas hukum serta fakultas lainnya.
Hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah pejabat setempat, Gubernur Papua yang diwakili oleh Kepala Bapenda, Kejaksaan, dan Kepolisian Daerah Papua serta dari universitas di Jayapura. Gubernur dalam sambutannya yang dibacakan kepala Bapenda, menyampaikan apresiasi atas kehadiran hakim konstitusi yang dapat memberikan prespektif terbaru berkenaan dengan hukum dan konstitusi di saat kondisi pandemi melanda. Sementara itu Direktur Pascasarjana Uniyap Papua, Muh Yamin Noch menyampaikan bahwa kuliah umum sebagai sebagai bentuk transformasi ilmu pengetahuan hal ihwal hukum tata negara di tanah air.
Konstitusi dan Keadaan Darurat
Manahan dalam paparannya menyampaikan bahwa Covid-19 telah mengubah sudut pandang tentang bagaimana lahirnya produk hukum di era pandemi. “Dalam keadaan darurat kesehatan itulah penerapan hukumnya pun berubah. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengatasi pandemi dengan mengeluarkan sejumlah regulasi, keppres bahkan Perpu”, ungkap, Manahan.
Terkait bagaimana pembentukan hukum di masa pandemi Covid-19, Manahan menjelaskan bahwa konstitusi telah mengatur hal tersebut. “Pasal 12 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pengaturan hukum dalam kondisi darurat’’, tegas Manahan.
Dalam kedaruratan akibat pandemi Covid-19 ditandai dengan adanya kebijakan pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-2019, yang kemudian disusul Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional.
Manahan menambahkan bahwa pemerintah juga menggunakan kewenangan konstitusionalnya berdasarkan dalam hal penerbitan Perpu. “Pemerintah menjadikan Pasal 22 UUD 1945 sebagai landasan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi (Covid-19)”, tambahnya.
Kapan Perpu Dapat Diterbitkan?
Dalam pemaparan selanjutnya, Manahan mengupas hal terkait dengan keadaan darurat/kegentingan yang memaksa yang dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Mengenai hal ini, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009.
“MK telah memutuskan bahwa MK dapat menguji Perpu, pembuatan Perpu itu memang di tangan Presiden, namun hal tersebut harus didasarkan pada keadaan yang objektif yaitu adanya tiga syarat sebagai paramater adanya kegentingan yang memaksa’’, tegas Manahan.
Manahan menyebutkan bahwa tiga syarat tersebut, pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang. Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai. Ketiga, Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan kedaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Putusan MK dan Keselamatan Masyarakat
Manahan juga mengulas perihal dampak pandemi keselamatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pandemi ini mengakibatkan berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja di berbagai sektor formal maupun informal sehingga menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor usaha.
“Efek domino selanjutnya adalah kinerja ekonomi menurun tajam karena konsumsi terganggu, investasi terhambat, terhentinya kegiatan ekspor-impor yang berdampak pada sektor keuangan di mana profitabilitas dan solvabilitas perusahaan terus menurun,’’ ungkap dosen Universitas Pelita Harapan ini.
Lebih jauh Manahan menyebutkan bahwa negara seharusnya lebih fokus kepada keselamatan masyarakat di samping keamanan Negara. “Dalam situasi darurat pandemi Covid-19 yang terancam adalah jiwa setiap warga negara Indonesia sehingga keselamatan rakyat adalah yang utama, seperti adagium Solus Populi Suprema Lex yang menyebutkan bahwa keselamatan masyarakat adalah hukum yang tertinggi’’, tegas Manahan.
Dalam konteks peran MK dimasa pandemi, Manahan mengupas salah satu putusan MK Nomor 37/PUU-XVIII/2020 pengujian Undang-Undang Covid yang dilatarbelakangi di antaranya tidak adanya transparansi dalam penggunaan anggaran Covid-19, serta keterlibatan DPD.
’’Melalui putusan inilah MK memberikan penafsiran mengenai pasal-pasal yang merugikan hak konstitusional warga negara, MK membatalkan imunitas anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam UU Penanganan Covid 19 dan juga mengenai keberlakukan UU covid selama dua tahun. “MK menyatakan Pasal 27 ayat (1) bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan i’tikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tegas Manahan.
Demikian juga dalam Pasal 27 ayat (3) Lampiran UU Covid, MK juga membatalkan ketentuan tersebut. “jadi MK menyatakan bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan i’tikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, ulas Manahan.
Kemudian, MK menyatakan Pasal 29 Lampiran UU Covid Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua. Kuliah umum ditutup dengan sesi tanya jawab dari mahasiswa berbagai angkatan yang mengajukan pertanyaan mengenai konsep negara kesejahteraan di masa darurat pandemi.
Penulis: MMA.
Editor: Nur R.