MEDAN, HUMAS MKRI – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto menyampaikan ceramah kunci dalam Universitas Pelita Harapan Festival 2022 yang diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan (UPH) Medan pada Sabtu (27/8/2022). Dalam paparannya, Aswanto menerangkan pengertian Konstitusi menurut K.C. Wheare yaitu keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
Kemudian pengertian Konstitusi menurut C.F. Strong. Menurut Strong, Konstitusi dapat dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah atau rakyat, dan hubungan di antara keduanya.
Konstitusi Indonesia
Aswanto lebih lanjut menjelaskan, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah sepakat untuk menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia sebagai sesuatu revolusi grondwet telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
“UUD 1945 dalam perjalanannya, melakukan evaluasi-evaluasi karena banyak hal yang belum tercover dalam UUD 1945 kala itu, termasuk minimnya jaminan hak asasi manusia,” kata Aswanto.
Aswanto kemudian menyinggung sejarah periodisasi Konstitusi sebelum reformasi. Bermula dari Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949 sebagai penetapan Undang-Undang Dasar 1945. Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 sebagai penetapan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Seiring waktu berjalan, masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam Konstitusi RIS. Di antaranya mengenai tujuan negara dan bagaimana mewujudkan tujuan negara, siapa yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan negara. Maka dibentuklah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang bertugas untuk mewujudkan tujuan negara.
Kemudian Periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959 sebagai penetapan UUDS 1950. Berlanjut dengan Periode 5 Juli 1959-sebelum reformasi sebagai penetapan berlakunya kembali UUD 1945.
Berikutnya, Aswato menjelaskan mengenai perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002. Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999. Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.
Kemudian perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum.
Lalu, perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan keempat tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.
27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Visi dan Misi MKRI
Berbicara mengenai visi dan misi MK, terang Aswanto, visi MK adalah menegakkan Konstitusi melalui peradilan yang modern dan terpercaya. Sedangkan misi MK adalah mempekuat integritas peradilan Konstitusi, meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara dan penyelenggara negara, meningkatkan kualitas putusan.
MK Republik Indonesia (MKRI) secara resmi dibentuk pada 13 Agustus 2003. Adapun latar belakang dibentuknya MKRI, ungkap Aswanto, yakni banyaknya undang-undang yang bermasalah namun tidak terdapat mekanisme constitutional review; perlunya lembaga yang menyelesaikan apabila terjadi pemakzulan (impeachment) Presiden hanya dengan alasan politik; seringkali terjadi konflik antarlembaga negara atau lembaga pemerintah yang hanya diselesaikan di bawah kewibawaan Presiden; tidak terdapat forum penyelesaian sengketa hasil pemilu yang jelas; pembubaran parpol melalui Mahkamah Agung dengan mekanisme yang juga tidak terlalu jelas.
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Kemudian MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Aswanto juga menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki peran dan fungsi sebagai Penjaga Konstitusi, Penjaga Ideologi Pancasila, Penjaga Demokrasi, Penjaga Hak Asasi Manusia, bahkan sebagai Penafsir Terakhir Konstitusi. Fungsi-fungsi inilah yang diimplementasikan dalam UUD dan memberikan sejumlah kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.