BANDUNG, (PR).- Seluruh pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia yang berlangsung setelah Oktober 2008, akan dipercepat dan harus selesai tahun ini. Jika terjadi sengketa pilkada, kasusnya masih akan ditangani Mahkamah Agung (MA).
Demikian dikemukakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, di sela-sela kunjungannya ke Kota Bandung, Sabtu (19/4). Pilkada di seluruh Indonesia akan dipercepat, karena pada 2009 ada pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Jimly mengatakan, jika terjadi sengketa pilkada di tahun 2008, kasus itu masih akan ditangani MA. Sedangkan MK baru akan menangani sengketa pilkada yang dilaksanakan seusai Pemilu 2009.
Meski begitu, hingga saat ini pengalihan penanganan sengketa pilkada dari MA ke MK masih menjadi perdebatan. Pasalnya, di dalam revisi UU 32 Tahun 2004 hanya disebutkan, pengalihan itu paling lambat dilakukan 18 bulan setelah perubahan itu ditetapkan.
Yang menjadi persoalan, kata Jimly, pembuat undang-undang tidak menjelaskan bagaimana aturan pengalihan itu. Revisi UU 32 tidak menyebutkan apakah aturan pengalihan itu akan dicantumkan di dalam sebuah undang-undang atau peraturan pemerintah. Juga tidak disebutkan apa yang menjadi dasar pengalihan itu, serta kapan waktu yang tepat untuk pengalihan itu.
"Kita hanya diberi tahu, pengalihan paling lambat dilakukan 18 bulan setelah undang-undang ditetapkan. Tapi kita tidak tahu, kapan waktu paling cepat pengalihan itu dibolehkan. Kalau MA, inginnya sengketa pilkada yang belum dilaporkan ke MA mulai tahun ini diambil alih oleh MK. Tapi, MK tidak bisa begitu saja mengambil alih penanganan sengketa, kalau aturannya belum jelas," kata Jimly.
Jimly menilai undang-undang itu salah, karena tidak mengatur tata cara peralihan. Namun demikian, MK tidak bisa melakukan apa pun, karena undang-undang itu sudah disahkan. Yang pasti, kata Jimly, MK berpendapat, sengketa pilkada hingga Oktober 2008 ini masih akan ditangani MA. MK baru akan menangani sengketa pilkada yang dilaksanakan setelah Pemilu 2009.
Tugas berat
Hakim konstitusi yang baru bergabung dengan MK, Mahfud M.D., juga menyesalkan tidak jelasnya aturan pengalihan penanganan sengketa pilkada. Mahfud merasa bingung, karena pasal 106 di UU 32 tahun 2004 tidak diotak-atik oleh pembuat undang-undang. Padahal, pasal tersebut yang menjadi dasar bagi MA dalam menangani sengketa pilkada.
"Kalau memang sengketa pilkada akan dialihkan ke MK, seharusnya ada pasal yang menyebutkan bahwa pasal 106 dinyatakan tidak berlaku lagi, atau telah diganti dengan aturan yang baru. Tapi di undang-undang tidak disebutkan hal seperti itu," kata Mahfud.
Untuk menyikapinya, kata Mahfud, MK, MA, DPR, dan pemerintah akan mengadakan pertemuan untuk membahas persoalan itu.
Mahfud menilai, dengan pengalihan penangan sengketa pilkada ke MK, tugas lembaga penjaga konstitusi itu akan semakin berat. Namun, ia siap melaksanakannya karena sudah menjadi tugas konstitusi.
"Anda bayangkan saja, di Indonesia ada 349 kabupaten, 91 kota, dan 33 provinsi. Kalau sepuluh persen saja dari pilkada yang digelar di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi menyisakan sengketa, maka tugas yang diemban MK akan cukup berat," kata Mahfud. (A-132)***
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=19646
Foto: dok. Humas MK