JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPMPUTS) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada Kamis (25/8/2022) dengan agenda perbaikan permohonan.
Permohonan perkara Nomor 76/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Barid Effendi (Pemohon I) dan Dedy Sani Ardi (Pemohon II). Barid dan Dedy mengujikan Pasal 34 ayat (4) UU LPMPUTS yang menyatakan, “Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut oleh keputusan Komisi.”
Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dengan didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Dalam persidangan, Barid mengatakan, pihaknya menghapus pengujian Undang-Undang Cipta Kerja dalam permohonan ini.
“Karena sama sekali tidak terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja sesuai dengan penasehatan pada sidang tanggal 10 Agustus yang lalu maka kami hapuskan,” terang Barid.
Kemudian, sambung Barid, ia juga meringkas kewenangan MK sesuai substansi serta meringkas kedudukan hukum para Pemohon. Selain itu, ada tambahan Pemohon, semula dua orang menjadi tiga orang.
“Jumlah Pemohon mengalami pertambahan yaitu Riris Munadiya sebagai pegawai aktif,” ujarnya.
Sementara pada pokok permohonan, Barid melanjutkan, terdapat penambahan satu ayat yaitu ayat (2) sehingga menjadi ayat (2) dan ayat (4) dengan alasan memperkuat materi muatan permohonan karena ayat (2) dan ayat (4) ini satu kesatuan pengaturan Sekretariat KPPU yang menjadi bahan perdebatan dan pemerintah selalu meminta dilakukan revisi.
Bacaan terkait:
Sekretariat KPPU Diragukan Keabsahannya
Menguji Eksistensi Kelembagaan dan Kesekretariatan KPPU
MK Tolak Permohonan Pegawai Sekretariat KPPU
Sebagai tambahan informasi, Permohonan Nomor 76/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPMPUTS) diajukan oleh Barid Effendi (Pemohon I), Dedy Sani Ardi (Pemohon II), dan Riris Munadiya (Pemohon III).
Para Pemohon mengujikan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) UU LPMPUTS. Pasal 34 ayat (2) UU LPMPUTS mengatakan, “Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.” Kemudian Pasal 34 ayat 4 UU LPMPUTS menyatakan, “Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut oleh keputusan Komisi.”
Barid Effendi adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan jabatan sebagai Kepala Biro Administrasi, dan terakhir sebagai staf ahli bidang kelembagaan dan kerja sama. Barid merasa tidak dapat memperoleh hak-haknya (kepangkatan dan hak-hak keuangan) seperti PNS pada lembaga negara lainnya dengan jabatan sebagai Kepala Biro. Hal ini terjadi karena jabatan struktural sekretariat KPPU tidak diakui oleh pemerintah.
Kemudian Dedy Sani Ardi adalah pelaku wirausaha. Ia sangat membutuhkan adanya sekretariat KPPU yang memiliki legitimasi yang sah agar KPPU mampu menjalankan tugas dan wewenangnya serta mampu menjawab tuntutan dan tantangan zaman dengan dinamika persaingan yang semakin kompleks sehingga jaminan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat.
Sedangkan Riris Munadiya adalah pegawai KPPU yang saat ini menduduki jabatan fungsional sebagai Investigator Utama. Riris merasa dirugikan karena tidak mendapatkan hak atas pengakuan yang sah sebagai pegawai instansi pemerintah.
Menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 34 ayat (4) UU LPMPUTS bertentangan dengan UUD 1945 karena secara konstitusional kewenangan mengatur susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja adalah kewenangan pemerintahan yang hanya dimiliki oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, ketentuan pendelegasian kewenangan dalam Pasal 34 ayat (4) UU LPMPUTS juga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 karena tidak sesuai dengan tananan pemerintahan negara yang berdasarkan hukum.
Sejak awal berdiri sampai saat ini inkonstitusional tata kelola sekretariat KPPU masih terus berlangsung dan belum ada tanda-tanda yang kuat untuk diselesaikannya. Hal ini dikesankan adanya kenyamanan tersendiri dan/atau kepentingan yang ingin tetap dipertahankan sehingga KPPU sejak periode pertama sampai saat ini enggan dan setengah hati untuk memperjuangkannya.
Menurut para Pemohon, permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) UU LPMPUTS terhadap UUD 1945 sangat beralasan menurut hukum karena selain menuntut kerugian hak-hak konstitusional para Pemohon, juga menuntut kerugian konstitusional seluruh masyarakat Indonesia dan sekaligus mendorong pemerintah untuk mereformasi dan meluruskan tata kelola sekretariat KPPU.
Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan norma Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.