JAKARTA, HUMAS MKRI - Pemberian hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum, bukan hanya diberikan kepada Tersangka atau Terdakwa, tetapi juga kepada “Saksi dalam Penyidikan” dan “Terperiksa dalam proses Penyelidikan”. Untuk itu, perlu adanya norma baru dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) guna menjamin persamaan di hadapan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Keterangan tersebut disampaikan Dosen FH Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting yang dihadirkan oleh sejumlah advokat sebagai Pemohon Perkara Nomor 61/PUU-XX/2022. Keterangan Jamin tersebut disampaikan dalam sidang keenam uji materiil KUHAP yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (24/8/2022) di Ruang Sidang Pleno MK yang dihadiri para pihak secara daring.
“Setiap orang wajib diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum pada tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan (Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009), hal ini guna menjamin persamaan dihadapan hukum sebagaimana asas persamaan di hadapan hukum. Asas persamaan di depan hukum (equality before the law), dimana setiap orang diperlakukan sama dengan tidak memperbedakan tingkat sosial, golongan, agama, warna kulit, kaya, miskin, dan lain-lainnya di muka hukum, atau pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang sebagaimana Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009,” tegasnya.
Baca juga:
Dianggap Halangi Profesi Advokat, KUHAP Diuji
Pandangan DPR, Polri dan KPK Soal Pendampingan Saksi Saat Pemeriksaan
Dengan demikian, sambung Jamin, berdasarkan pembentukan KUHAP sendiri telah mengatur bahwa ada perlindungan bagi Saksi untuk mendapatkan hak pendampingan hukum dalam semua tingkat pemeriksaan yang dilindungi oleh undang-undang guna menjamin persamaan di hadapan hukum dan perlindungan sebagai subyek (akusator) pemeriksaan bukan sebagai objek permeriksaan 5 (inkusitor) sebagaimana diperlakukan terhadap tersangka dan terdakwa.
Lebih lanjut Jamin menegaskan, dalam ketentuan Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dengan tegas dinyatakan, “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Menurutnya, kalimat setiap orang tersebut mengacu kepada saksi, tersangka dan terdakwa yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum.
“Artinya, hak saksi juga merupakan bentuk perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang harus diberikan kepada Saksi yang sedang diperiksa,” ujarnya di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Baca juga:
KUHAP Jamin Hak Tersangka dan Terdakwa
Peradi: Advokat Punya Hak Mendampingi Saksi dalam Proses Pemeriksaan
Sebagai informasi, permohonan Nomor 61/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil KUHAP ini diajukan oleh Octolin H Hutagalung dan sebelas Pemohon lainnya. Para Pemohon yang berprofesi sebagai advokat menguji Pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Para Pemohon beranggapan bahwa dalam proses perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka maupun terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya, mengingat tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang hak seorang saksi dan terperiksa untuk mendapatkan bantuan hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam memberikan keterangan di muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim