MAMUJU, HUMAS MKRI – Pemerintah Indonesia tidak main-main terhadap sektor pendidikan. UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 menegaskan bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen. Setelah membandingkan dengan beberapa negara, tidak banyak negara yang mencantumkan anggaran pendidikannya dalam Konstitusi. Negara yang mencantumkan anggaran pendidikan dalam Konstitusi, antara lain Indonesia dan Brazil.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto pada Seminar Nasional “Kesadaran Bernegara dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara di Bidang Pendidikan” pada Jumat (19/8/2022) di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). Kegiatan tersebut merupakan kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Pemerintah Provinsi Sulbar.
Anggaran Pendidikan Dijamin Konstitusi
Dikatakan Aswanto, salah satu kandungan Konstitusi adalah jaminan atas hak asasi manusia, hak konstitusional sebagai warga negara. Hak-hak ini termuat dalam Konstitusi secara komprehensif. Dalam UUD 1945 terdapat satu bab yakni Bab XA yang berisi jaminan atas hak asasi manusia. Salah satu hak konstitusional warga negara yang dijamin UUD 1945 adalah hak atas pendidikan (the right to education). Hak ini disebutkan khususnya dalam Pasal 28C ayat (1) tentang hak untuk mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan Pasal 28E ayat (1) yang berbicara tentang hak untuk memilih pendidikan dan pengajaran.
“Kita berbangga bahwa anggaran pendidikan yang dialokasikan ke APBD Sulawesi Barat melebihi apa yang seharusnya dialokasikan di APBN. Pemerintah Indonesia tidak main-main terhadap sektor pendidikan. Konstitusi kita menegaskan bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen. Setelah kami membandingkan dengan beberapa negara, tidak banyak negara yang mencantumkan anggaran pendidikannya dalam Konstitusi,” urai Aswanto yang memberikan ceramah kunci.
Dijelaskan Aswanto, selain Indonesia yang meyebutkan anggaran pendidikan dalam Konstitusi, diantaranya adalah Brazil sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 212 Konstitusi Brazil. Pengaturan demikian menunjukkan begitu pentingnya hak atas pendidikan ini sehingga alokasi anggaran untuk penyelenggaraannya disebutkan dalam Konstitusi.
Aswanto juga menerangkan, masalah pendidikan seringkali ditangani MK dalam sejumlah pengujian undang-undang. Hal ini pernah terjadi dan diputus oleh MK dalam pengujian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) khususnya penjelasan Pasal 49 ayat (1) yang menyatakan, “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap”. Pemohon pengujian undang-undang ini memandang ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan secara jelas alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. MK mengabulkan permohonan ini dan menyatakan penjelasan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangannya, MK diantaranya menyatakan bahwa pelaksanaan konstitusi tidak dapat ditunda-tunda. Mahkamah memandang penjelasan Pasal 49 ini telah membuka pintu bagi tidak dilaksanakannya atau setidaknya menunda alokasi minimal 20% APBN dan APBD untuk anggaran pendidikan.
Negara Hukum
Lebih lanjut Aswanto menyinggung gagasan the founding fathers mengenai pilihan Indonesia menjadi negara hukum. Para pendiri bangsa menegaskan Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum dan bukan negara berdasarkan atas kekuasaan. Implementasi negara hukum dalam keseharian kehidupan berbangsa dan bernegara tidak hanya menjadi sederetan frasa atau diksi dalam kitab undang-undang.
“Itu harus menjadi sesuatu yang terimplementasi dalam kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia,” jelas Aswanto.
Itulah sebabnya, lanjut Aswanto, dibentuklah Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu anak kandung reformasi, yang menurut UUD 1945 memiliki kewenangan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilu dan wajib memutus persoalan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketika Presiden dan/atau Wakil Presiden dinilai oleh DPR melakukan pelanggaran, maka penilaian DPR itu diteruskan ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang menentukan benar tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran.
Kunci Meningkatkan Kualitas SDM
Sementara itu Pj. Gubernur Sulbar, Akmal Malik mengatakan bahwa terkait anggaran pendidikan, Pemerintah Provinsi Sulbar sudah memenuhi amanah Konstitusi sebesar 20 persen dan bahkan berlebih hingga sebesar 30 persen.
“Namun kita menghadapi dua permasalahan mendasar di bidang pendidikan yaitu tingginya angka tidak sekolah dan pernikahan usia dini. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional tahun 2018, angka tidak sekolah di jenjang SMA, SMK dan SLB sebesar 10,25 persen di tahun 2020 dari survei sosial ekonomi nasional pula,” ujar Akmal.
“Inilah yang menjadi dua masalah mendasar sehingga pendidikan merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Secanggih dan sekompleks apapun teknologi, tidak akan berarti tanpa kualitas sumber daya manusia yang memadai,” tambah Akmal dalam kata sambutannya.
Akmal berharap, melalui momentum yang sangat baik ini dapat mendiseminasi informasi kepada masyarakat mengenai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, hak warga negara untuk mendapat pendidikan, kewajiban negara untuk memenuhi hak atas pendidikan, termasuk peran dan fungsi serta putusan Mahkamah Konstitusin Republik Indonesia.
Living Constitution
Selanjutnya hadir Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh sebagai pemateri dalam Seminar Nasional “Kesadaran Bernegara dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara di Bidang Pendidikan” di Mamuju ini. Daniel menjelaskan pengertian Konstitusi secara umum, pengertian original intent bahwa Konstitusi ditafsirkan sesuai dengan maksud Perumus Konstitusi pada saat penyusunan Konstitusi.
“Sedangkan pengertian living constitution bahwa Konstitusi seharusnya ditafsirkan dengan menyesuaikan perkembangan masyarakat. Putusan-putusan MK merupakan living constitution yang dalam praktiknya putusan MK banyak melakukan perubahan desain ketatanegaraan Indonesia,” ucap Daniel.
Masih terkait Konstitusi, Daniel menjelaskan bahwa Konstitusi negara adalah hukum tertinggi dan paling penting dalam suatu negara. Konstitusi merupakan sumber bagi seluruh undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya di suatu negara. Dalam konteks Supremasi Konstitusi (constitutional supremacy), segala keputusan dan tindakan apa pun harus sesuai dengan Konstitusi. Selain itu, Konstitusi bersifat mengikat bagi semua organ negara beserta warga negaranya.
Bicara hak konstitusional warga negara mendapatkan pendidikan, terang Daniel, dijamin dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat (1) sampai ayat (5). Pada ayat (1): Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; Ayat (2): Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sejumlah putusan MK terkait pendidikan telah dijatuh. Diantaranya menurut Daniel, Putusan Nomor 026/PUU-IV/2006 terkait Pengujian UU Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. MK menyatakan UU Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 sepanjang menyangkut anggaran pendidikan sebesar 11,8 persen sebagai batas tertinggi, bertentangan dengan UUD 1945.
Kemudian Putusan Nomor 24/PUU-V/2007 terkait dengan Pengujian Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 18 Tahun 2006 tentang APBN Tahun 2007. MK menyatakan Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sepanjang mengenai frasa “gaji pendidik dan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Berikutnya, Putusan Nomor 5/PUU-X/2012 terkait pengujian Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas menyatakan, “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”. Menurut MK, RSBI/BSI berpotensi mengikis jati diri bangsa; RSBI/BSI menimbulkan perlakuan berbeda (diskriminasi); RSBI/BSI merupakan bentuk komersialisasi sektor pendidikan.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.