TULUNGAGUNG, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyajikan materi “Membangun Sadar Budaya Berkonstitusi untuk Mewujudkan Negara Hukum yang Menyejahterakan Rakyat” dalam Kuliah Tamu Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung pada Kamis (18/8/2022).
Mengawali paparannya, Enny menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat unik dan beragam, sehingga membutuhkan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pengertian Konstitusi
Enny menyampaikan bahwa dalam rangka membangun budaya sadar berkonstitusi, para mahasiswa harus terlebih dahulu memahami pengertian Konstitusi yang merupakan dokumen formal ketatanegaraan yang memuat tujuan-tujuan bersama yang hendak dicapai oleh suatu negara.
“Konstitusi juga merupakan kumpulan asas dan kaidah hukum yang mengatur suatu organisasi atau sebagai suatu manifesto pernyataan-pernyataan ideal yang secara umum hendak diwujudkan,” jelas Enny.
Dikatakan Enny, pada umumnya Konstitusi mengatur organ-organ negara, cara bekerjanya organ tersebut, tugas, fungsi dan wewenang yang dimiliki oleh organ negara. Konstitusi memuat tujuan-tujuan bersama yang hendak dicapai oleh sebuah negara yang secara eksplisit atau dapat tersirat dalam pasal-pasal.
Lebih lanjut Enny menerangkan fungsi Konstitusi, antara lain sebagai pengatur kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara dan sebagai simbol rujukan identitas dan keagungan kebangsaan. Enny juga menyampaikan terkait dengan materi muatan Konstitusi yang antara lain berisi tentang perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat mendasar, pembagian tugas-tugas ketatanegaraan, dan pembatasan kekuasaan.
Harus Diimplementasikan
Enny menekankan bahwa membangun budaya sadar berkonstitusi juga harus diimlementasikan dengan memahami hak konstitusional warga negara dan mekanisme hukum ketika terdapat pelanggaran hak konstitusionalnya. Kehadiran MK menjadi penting sebagai lembaga yang memiliki fungsi untuk menjaga konstitusi dan melindungi hak konstitusional warga negara.
Pada bagian lain, Enny menyinggung tentang kesepakatan arah perubahan UUD 1945 pada Sidang Tahunan MPR Tahun 1999 yakni sepakat untuk tidak mengubah pembukaan UUD 1945; sepakat untuk mempertahankan bentuk NKRI; sepakat untuk mempertahankan sistem presidensial, dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensial; sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; sepakat untuk menempuh cara adendum dalam melakukan amendemen UUD 1945.
Perlindungan Hak Konstitusional
Hal lainnya dan tak kalah penting, Enny mengungkapkan mengenai perlindungan hak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang diwujudkan melalui wewenang dan fungsi MK. Sebagaimana kita ketahui, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan tentang hasil pemilu, memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewenangan tambahan atau kewenangan transisi untuk memutus perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 menegaskan bahwa perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.