Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini, tak lagi hanya bisa mengandalkan penegakan rule of law belaka. Harus diiringi dengan penegakan rule of ethic yang dulu hanya dianggap sebagai urusan agamawan saja. Demikian salah satu isi kuliah umum Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, di hadapan peserta SESPIM POLRI, di Lembang, Jawa Barat, Sabtu (19/4).
Lebih lanjut, Jimly menerangkan bahwa para sarjana hukum masih jarang memperhatikan pentingnya penegakan rule of ethic ini. âMeskipun ada, tapi masih terbatas pada penegakan etika profesi saja,â katanya.
Saat ini, untuk mengatasi perilaku menyimpang di masyarakat, hukum dinilai sudah tidak mampu mengatasi. Untuk itu, Jimly menyatakan pentingnya reformasi dalam penegakan rule of ethic yang bisa ditempuh dengan membangun infrastrukturnya melalui dua cara, yaitu, membuat kode etik untuk setiap organisasi baik privat maupun publik dan membentuk komisi penegak kode etik.
Jimly mencontohkan, di Amerika, semua lembaga-lembaga seperti peradilan sudah memiliki komisi etik di setiap unitnya mulai dari pengadilan negeri hingga ke Mahkamah Agung. âPada tahun 1996, Sidang Umum PBB telah membuat rekomendasi supaya negara-negara anggota PBB mengembangkan infrastruktur untuk mendukung penegakan rule of law melalui penegakan rule of ethic,â paparnya.
Etika, saat ini, bukanlah nilai-nilai yang dikhotbahkan belaka. Oleh karena itu, menurut Jimly, etika perlu dikemas dalam infrastruktur. âAda hukum positif, maka ada pula etika positif,â ujar Jimly. (Wiwik Budi Wasito)