JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada Senin (8/8/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Perkara Nomor 72/PUU-XX/2022 UU MK ini diajukan oleh Zainal Arifin Hoesein, Fardiaz Muhammad, dan Resti Fujianti Paujiah.
Dalam sidang perbaikan yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Dhimas Pradana menyampaikan telah memperbaiki permohonan sesuai saran dari Majelis Panel MK. “Kami telah memperbaiki kewenangan MK dalam halaman empat, kami sudah tambahkan mengenai kewenangan MK berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 PMK Nomor 2 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa pengujian UU terhadap UUD 1945 yang selanjutnya disebut PUU yang menjadi kewenangan MK sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan UU MK,” jelas Dhimas secara daring.
Selanjutnya, sambung Dhimas, sesuai saran Hakim Konstitusi, pihaknya juga memperbaiki kedudukan hukum pemohon yakni mengenai kerugian konstitusional para pemohon dan kedudukan hukum atau legal standing para pemohon. “Pada halaman 6, kami sudah perbaiki kedudukan hukum Pemohon I, II dan III dan pada halaman 10 pokok perkara kami juga jabarkan yang sebelumnya permohonan tidak nebis in idem itu masuk ke dalam kewenangan MK dalam perbaikan ini kami masukkan ke dalam pokok permohonan yaitu permohonan tidak nebis in idem dan alasan-alasan permohonan terdapat tujuh alasan yang telah dijabarkan menjadi halaman 11 sampai dengan halaman 15,” terangnya.
Baca juga: Menguji Konstitusionalitas Usia Pensiun Panitera dan Panitera Muda MK
Sebelumnya, Para Pemohon mengujikan 7A ayat (1) UU MK yang menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti”. Zainal Arifin Hoesein merupakan Panitera MK Periode 2009-2011. Zainal harus berhenti dengan usia pensiun 56 tahun karena ketidakjelasan pengaturan usia pensiun Panitera. Kemudian Fardiaz Muhammad saat ini bekerja di kantor pengacara. Sedangkan Resti Fujianti Paujiah adalah lulusan Sekolah Tinggi Litigasi Indonesia. Fardiaz dan Resti berpotensi masuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kepaniteraan MK. Kemudian meniti karir sebagai Panitera di MK.
Para pemohon merasa dirugikan dan atau pasti dirugikan secara potensial hak kontitusionalnya atas pasal yang diuji dengan alasan Pemohon I adalah mantan panitera yang diangkat berdasarkan keputusan Presiden Nomor 143 dan seterusnya. Oleh karena ketidakjelasan ketentuan mengenai batas usia pensiun pada jabatan panitera di lingkungan MK yang diatur dalam Pasal 7 UU 24/2003 juncto Pasal 7A ayat (1) UU 8/2011
Pemohon mendalilkan bahwa Panitera MK adalah salah unsur pimpinan supporting unit di MK yang dibantu panitera muda dengan salah satu syarat jabatan pernah menduduki jabatan panitera muda dan/atau panitera pengganti ahli utama sehingga batas usia pensiun ditentukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yakni 65 tahun untuk panitera, panitera muda dan panitera pengganti ahli utama. Kemudian batas usia pensiun 62 tahun untuk panitera pengganti ahli madya serta muda, dan 60 tahun untuk panitera pengganti ahli pertama.
Pemohon juga mendalilkan, dengan terjadinya perubahan politik hukum perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan fungsional ahli dan tentang usia pensiun ASN dengan berlakunya UU 5/2014 (UU ASN), maka pengaturan tentang usia pensiun ASN khususnya kepaniteraan di MK demi hukum ikut pula berubah. Namun demikian, karena khusus yang berkaitan dengan Kepaniteraan MK, dalam Pasal 24C ayat (6) UUD 1945 dinyatakan, “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang”, maka perubahan politik hukum yang mengatur tentang masa pensiun ASN, demi kepastian hukum yang adil perlu diatur dengan undang-undang.
Dalam Petitumnya, Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 7A ayat (1) UU MK tidak bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai: “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan MK dipimpin Panitera dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi muda (eselon IA) dibantu Panitera Muda dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi pertama (eselon IIA) dan Panitera Pengganti Ahli utama, masing-masing dengan usia pensiun 65 (enam puluh lima tahun) untuk Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti ahli utama, dan 62 (enam puluh dua tahun) tahun untuk Panitera Pengganti ahli Madya, dan Panitera Pengganti Ahli Muda dan Pertama; serta dibantu jabatan fungsional keahlian lainnya bidang teknis administratif peradilan dan sebuah sekretariat Kepaniteraan.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana