JAKARTA, MINGGU- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diingatkan untuk tegas menyelesaikan permasalahan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Maluku Utara yang sampai saat ini masih kisruh. "Presiden dalam hal ini harus tegas membuat surat keputusannya," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring dalam konferensi pers acara diskusi terbatas PKS di Jakarta, Minggu (20/4).
Tifatul juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Mardiyanto, untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan koridor hukum.
Seperti diberitakan, pada 27 Maret 2008 lalu rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden SBY memutuskan untuk menyerahkan penyelesaian Pilkada Malut kepada DPRD Provinsi Malut. DPRD Malut, oleh pemerintah, diminta untuk menyerahkan satu pasangan calon pemenang Pilkada yang merupakan putusan sidang paripurna DPRD.
Selanjutnya, DPRD Malut menggelar rapat paripurna pada 16 April 2008 yang dihadiri oleh 20 anggota dari 35 anggota DPRD. Rapat itu memutuskan untuk merekomendasikan hasil penghitungan ulang Pilkada Malut oleh Plt Ketua KPUD Malut, Mukhlis Tapitapi yang memenangkan pasangan Abdul Gafur/Aburahim Fabanyo.
Namun, Mendagri Mardiyanto menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memproses kemenangan Gafur/Fabanyo itu karena masih perlu melakukan sejumlah pertimbangan lagi. Apalagi rapat paripurna itu juga dianggap tidak sah oleh 11 anggota lain yang bersidang pada sore harinya.
Pada 18 April 2008, tim pemerintah yang dipimpin oleh Menkopolhukam Widodo AS dan terdiri atas Mendagri Mardiyanto, Panglima TNI Djoko Santoso, Kapolri Jenderal Pol Sutanto, dan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Asâad Said Ali bertemu jajaran Muspida, pimpinan DPRD, dan sejumlah tokoh adat Maluku di ruang VIP Bandara Sultan Baabullah, Ternate, Maluku Utara.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk mengajak seluruh pihak terkait memikirkan secara jernih bagaimana langkah penyelesaian sengketa Pilkada Malut.
Laksanakan putusan MA
Sementara itu, mantan Presiden PKS yang juga Ketua MPR Hidayat Nurwahid menyatakan, langkah pemerintah mengirim tim ke lapangan dan mencoba menyelesaikan permasalahan Pilkada Malut di tingkat pusat merupakan langkah yang baik. Menurut dia, pemerintah sebenarnya tidak perlu memilih pasangan calon pemenang Pilkada Malut dan tidak perlu membuat keputusan di luar apa yang telah diputuskan lembaga yang berwenang, yakni Mahkamah Agung (MA).
Ia juga menilai langkah pemerintah yang mengembalikan keputusan kepada DPRD Malut sebenarnya memunculkan persoalan hukum baru. "Karena sesungguhnya DPRD itu tidak berwenang untuk menentukan hasil akhir suatu Pilkada," ujarnya.
Persoalannya, ada dua versi hasil penghitungan suara ulang pilkada Malut. Perhitungan ulang di Jakarta yang dilakukan Ketua KPUD Malut yang dinonaktifkan oleh KPU Pusat, Rahmi Husen, memenangkan pasangan Thaib Armayn-Abdul Gani. Sedangkan perhitungan ulang versi kedua yang dilakukan di Ternate oleh Plt Ketua KPUD Malut, Muchlis Tapitapi, memenangkan pasangan Abdul Gafur-Abdrurrahim Fabanyo.
Akan tetapi, MA juga telah mengeluarkan fatwa seperti dimohonkan Mendagri. Intinya, hasil penghitungan versi pertama di Jakarta telah sesuai prosedur yuridis dan tata cara eksekusi atau pelaksanaan putusan. Sedangkan perhitungan ulang suara versi kedua di Maluku Utara dilakukan secara langsung tanpa didahului oleh prosedur atau tata cara eksekusi yang diharuskan hukum acara.
Meski demikian, MA menyerahkan kepada Mendagri untuk memutuskan atau menentukan hasil perhitungan suara mana yang dianggap sah. Keputusan Mendagri itu, menurut MA, harus dibicarakan terlebih dahulu dengan DPRD Malut agar terjalin kerjasama antara eksekutif dan legislatif. (ANT)
Sumber www.kompas.com
Foto www.kompas.com