JAKARTA, HUMAS MKRI – Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menilai Saksi dan Terperiksa mempunyai hak untuk didampingi oleh penasihat hukum atau advokat pada saat pemeriksaan dalam proses perkara pidana maupun penyelidikan dan penyidikan. Oleh karena itu, PERADI sebagai Pihak Terkait berpendirian advokat mempunyai hak konstitusional untuk mendampingi satu saksi dalam proses pemeriksaan. Demikian disampaikan oleh Sutrisno yang merupakan kuasa hukum PERADI menyampaikan keterangan dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada Rabu (2/8/2022). Sidang kelima Perkara Nomor 61/PUU-XX/2022 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) secara daring.
Dalam sidang tersebut, Sustrisno menjelaskan, advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU Advokat. Sementara sesuai Pasal 5 ayat (1) UU Advokat, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Dari kedua pasal diatas dapat dipastikan bahwa advokat sebagai penegak hukum memberi bantuan hukum para pencari keadilan di dalam proses perkara pidana baik dalam tingkat penyelidikan dan atau penyidikan sesuai dengan norma atau ketentuan yang diatur dalam UU tentang Hukum Acara Pidana,” jelas Sutrisno.
Baca juga: Dianggap Halangi Profesi Advokat, KUHAP Diuji
Dikatakan Sutrisno, KUHAP merupakan hukum positif yang berlaku dalam sistem peradilan pidana yang merupakan landasan aparat hukum, yaitu penyelidik dan penyidik di dalam penegakan hukum pidana materiil karenanya harus berjalan dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku. Selain itu, berlandaskan pada filosofi bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam bagian kosideran UU Hukum Acara Pidana yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi pemerintahan itu tidak ada kecualinya.
Dari konsiderans tersebut, sambung Sutrisno, jelas bahwa landasan filosofis KUHAP adalah Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam negara hukum Indonesia, maka dapat dikatakan KUHAP memiliki daya berlaku secara filosofis dibentuk berdasarkan dan sesuai dengan nilai-nilai masalah dan pandangan hidup bangsa ini, yaitu Pancasila.
Oleh karena itu, lanjut Sutrisno, segala norma hukum yang berkaitan dengan hak-hak orang atau saksi dan advokat tidak dapat dibandingkan dengan norma-norma hukum acara pidana di negara lain termasuk negara liberal yang individualistis, seperti Jerman, Prancis dan lainnya.
Baca juga: KUHAP Jamin Hak Tersangka dan Terdakwa
Sutrisno juga menjelaskan, advokat mempunyai hak untuk memberikan bantuan hukum atau pelayanan hukum kepada saksi, tersangka, terdakwa, terpidana dalam proses perkara pidana untuk memastikan proses pemeriksaan dalam setiap tingkat berjalan sesuai dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku due process of law. Selain itu, dalam Pasal 54 KUHAP hanya disebutkan tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama atau dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan maka ketentuan tersebut telah dan atau menghilangkan hak advokat untuk menjalankan haknya sebagai penegak hukum dalam mendampingi saksi pada tingkat pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan.
Baca juga: Pandangan DPR, Polri dan KPK Soal Pendampingan Saksi Saat Pemeriksaan
Ambigu
Menanggapi keterangan pihak terkait, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta pihak terkait untuk menambahkan penjelasan lebih detail mengenai bantuan hukum. Menurutnya, keterangan PERADI sedikit ambigu.
“Meskipun pada bagian-bagian tertentu dari peradi mendukung pemohon tetapi kalau dicermati pada kesimpulan yang disampaikan pada hari ini. Ada sebenarnya keterangan yang sedikit ambigu, coba nanti dijelaskan dalam keterangan tambahannya kalau disalah satu sisi sudah clear bagian penjelasan sebenarnya bantuan hukum untuk siapa saja dan semua pihak. Kenapa dari awal Mahkamah sudah memberikan pandangan bahwa tidak pada bagian penjelasan itu yang kemudian di-challenge Pemohon. Nah ini saya gak tahu koordinasinya dengan organisasi peradi sebagai Pembina. Kenapa tidak tegas Pasal 54 ini yang dipersoalkan pada batang tubuh saja secara universal. Itu nanti minta dijelaskan karena kalau Anda mendukung organisasi ini seharusnya satu napas dengan permohonan para pemohon,” saran Suhartoyo.
Sebagai informasi, permohonan Nomor 61/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil KUHAP ini diajukan oleh Octolin H Hutagalung dan sebelas Pemohon lainnya. Para Pemohon yang berprofesi sebagai advokat menguji Pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Para Pemohon beranggapan bahwa dalam proses perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka maupun terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya, mengingat tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang hak seorang saksi dan terperiksa untuk mendapatkan bantuan hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam memberikan keterangan di muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim