JAKARTA, HUMAS MKRI – Sebanyak 15 mahasiswa yang berasal dari Filipina dan Malaysia tergabung dalam Program Summer Course Introduction on Indonesian Law berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (28/7/2022) siang. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz di aula Gedung MK.
“Dalam kesempatan ini kita akan membicarakan kewenangan MK Republik Indonesia dan fungsi MK itu sendiri. Kunjungan para mahasiswa kali ini ke MK adalah yang pertama kali sejak pandemi Covid-19,” jelas Faiz yang didampingi Manajer Kerja Sama Internasional dan Pengelolaan Jurnal FH Universitas Indonesia, Arie Afriansyah.
Sementara itu, Arie Afriansyah menegaskan kepada para mahasiswa bahwa memang tidak mudah mempelajari segala hal tentang MK Republik Indonesia dalam satu jam paparan Pan Mohamad Faiz. “Semoga cukup memberikan gambaran tentang keberlangsungan dan tugas MK,” kata Arie kepada para mahasiswa.
Amendemen UUD 1945
Di awal paparan, Faiz menjelaskan latar belakang terjadinya amendemen UUD 1945 pada 1999 sampai 2002. Salah satu alasan dilakukan amendemen UUD 1945 pada 1999 hingga 2002, karena adanya kekuasaan yang berada di satu sentral pada Presiden Soeharto yang telah menjabat selama 32 tahun, yang dimaknai sebagai sikap otoriter Soeharto.
Alhasil, sambung Faiz, terjadilah reformasi di Indonesia pada 1998 yang inisiatifnya dari para mahasiswa seluruh Indonesia, yang kemudian bersama gerakan massa berhasil menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan. Sejumlah tuntutan muncul saat reformasi, antara lain tuntutan untuk membangun sistem konstitusi negara yang lebih baik. Salah satunya adalah membentuk Mahkamah Konstitusi di Indonesia.
Alasan lain terjadinya amandemen UUD 1945, ungkap Faiz, karena tidak jelasnya check and balances system di antara lembaga-lembaga negara di Indonesia. Pasca amendemen, mengubah susunan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang semula menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Lembaga negara yang kewenangannya tercantum di dalam UUD 1945 memiliki kedudukan yang sama. Singkat cerita, kata Faiz, terbentuklah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada 13 Agustus 2003. MKRI merupakan negara ke-78 di dunia yang memiliki Mahkamah Konstitusi.
Kewenangan MKRI
Pada kesempatan itu, Faiz juga menerangkan kewenangan MKRI yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan terakhir, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan satu kewajiban MK adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan
atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela.
Selanjutnya, Faiz memaparkan model judicial review yang terbagi dua yaitu Decentralised System (American System) dan Centralised System (European System). Dalam Decentralised System (American System), judicial review dapat diputus melalui Mahkamah Agung maupun pengadilan umum. Sedangkan dalam Centralised System (European System), judicial review dapat diputus melalui lembaga peradilan independen dan terpisah seperti Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, Faiz menjelaskan fungsi dari Mahkamah Konstitusi, yakni sebagai Pengawal Konstitusi dan Ideologi dan Demokrasi. Mahkamah Konstitusi juga berfungsi sebagai Pelindung Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional Warganegara, serta sebagai Penafsir Akhir dari
Konstitusi.
Dalam sesi tanya jawab, ada mahasiswa yang menanyakan apakah orang pribadi dapat mengajukan permohonan ke MK tanpa pengacara, atau harus didampingi pengacara? “Boleh, karena ini bagian dari hak sipil masyarakat. Setiap individu punya hak konstitusional dan tidak boleh diganggu gugat. Pengajuan permohonan tidak boleh dibatasi untuk orang hukum saja,” tegas Faiz.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.