JAKARTA, HUMAS MKRI – Partai Buruh mengajukan pendaftaran permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/7/2022) siang. Presiden Kepala Badan Pengkajian Strategis Kepesertaan dan Pemenangan (BPSKP) Pemilu Partai Buruh, Said Salahudin yang hadir langsung ke Gedung MK mengungkapkan ada tiga isu penting yang dipersoalkan.
Permohonan pengujian UU Pemilu yang diajukan Partai Buruh kali ini, ujar Said, berbeda dengan permohonan-permohonan uji materill UU Pemilu sebelumnya, misalnya yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dkk. Inti gugatan Partai Buruh kali ini menekankan pada verifikasi administrasi partai politik.
“Kenapa cukup verifikasi administrasi? Karena berkaca pada fakta hukum bahwa pada 2012 menjelang diselenggarakan Pemilu 2014, KPU menggelar verifikasi administrasi. Hasilnya, hanya ada satu parpol yang lolos yaitu Nasdem. Apa artinya? parpol yang berkuasa saat itu, setelah diverifikasi tidak lolos. Ini berdasarkan putusan DKPP,” kata Said.
Said melanjutkan, putusan DKPP memang tidak banyak diketahui umum karena isunya sudah lama. “Hari ini kami dari Partai Buruh mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ada beberapa norma yang kami uji, setidaknya menyangkut tiga isu,” tambah Said.
Tiga Isu
Ketiga isu yang dipermasalahkan Partai Buruh, ungkap Said, isu verifikasi partai politik, kebebasan berpolitik bagi anggota parpol, independensi KPU kaitannya dengan sifat konsultasi antara penyelenggara dengan DPR dan Pemerintah yang diwajibkan mengikat. Sedangkan KPU, Bawaslu, dan DKPP adalah lembaga yang independen.
Terkait isu verifikasi partai politik, lanjut Said, diatur dalam Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang mengatur tentang verifikasi parpol calon peserta pemilu. “Partai Buruh memandang bahwa putusan MK yang terakhir, Putusan No. 55 yang membedakan verifikasi calon peserta pemilu. Partai-partai di DPR cukup verifikasi administrasi, ada 9 partai. Sedangkan sisanya diwajibkan verifikasi faktual,” jelas Said.
Said menegaskan, Partai Buruh keberatan dengan cara perbedaan verifikasi parpol calon peserta pemilu sehingga Partai Buruh mendalilkan bahwa yang lebih tepat menurut Konstitusi adalah dilakukan verifikasi untuk seluruh calon peserta pemilu tanpa pandang bulu.
“Apa yang ingin saya jelaskan di sini, sebetulnya jika verifikasi administrasi dilakukan secara benar dan fair, itu sudah sangat berat. Buktinya adalah partai penguasa saja tidak lolos verifikasi administrasi,” tegas Said.
Selanjutnya terkait isu mengenai kebebasan berpolitik bagi anggota parpol, Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 menetapkan dan mengatur bahwa seorang warga negara hanya boleh menjadi anggota partai sesuai alamat yang tercantum dalam KTP.
“Jadi ukuran kebebasan adalah KTP. Kalau seseorang ber-KTP di Jakarta Pusat, maka dia tidak boleh menjadi anggota partai di Jakarta Selatan, Bogor dan sebagainya. Hal ini mengekang kebebasan hak berpolitik warga negara. Ini menjadi keberatan kami,” ucap Said yang mencontohkan Partai Buruh memiliki ribuan anggota dari berbagai daerah.
Sedangkan terkait independensi KPU, sambung Said, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menyebutkan KPU yang dimaknai MK meliputi Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu. Pasal 75 ayat (4), Pasal 145 ayat (4), Pasal 161 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan adanya kewajiban berkonsultasi.
“Kami Partai Buruh tidak mempersoalkan kewajiban berkonsultasi, tetapi hasil konsultasinya yang kami keberatan jika itu dianggap mengikat,” tandas Said.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.