JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) pada Senin (25/7/2022). Sidang Perkara Nomor 63/PUU-XIX/2021 yang diajukan oleh PT Musica Studios ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK dengan dipimpin Ketua MK Anwar Usman beserta delapan hakim konstitusi.
Sejatinya agenda sidang kesepuluh ini adalah mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi yang dihadirkan Indra Lesmana dan Ikang Fawzi selaku Pihak Terkait dalam perkara pengujian UU Hak Cipta. Namun Ketua MK Anwar Usman menyebutkan keterangan Ahli tersebut diterima Kepaniteraan MK terlambat sehingga sidang ditunda sesuai dengan jadwal persidangan berikutnya.
“Menurut laporan dari Panitera MK, keterangan tertulis dari Ahli diterima terlambat sehingga keterangan tersebut diterima tetapi untuk didengar untuk sidang yang akan datang, yaitu Senin, 8 Agustus 2022 dengan agenda yang sama mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Pihak Terkait yang dihadirkan Indra Lesmana dan Ikang Fawzi. Untuk kehadiran semua hadir kecuali DPR dan Pihak Terkait dari Piyu Padi. Selanjutnya sidang ditunda dan untuk Saksi dari Pihak Terkait ditunda pada Senin, 8 Agustus 2022 pukul 11.00 WIB,” sebut Ketua MK Anwar.
Baca juga:
PT Musica Studios Persoalkan Ketentuan Batas Waktu Hak Milik dalam UU Hak Cipta
PT Musica Studios Kurangi Pasal Pengujian UU Hak Cipta
DPR: Pencipta Seharusnya Mendapatkan Banyak Keuntungan Ekonomi
Piyu PADI Anggap Aturan Jangka Waktu Batas Hak Cipta Lindungi Pencipta Lagu
Hak Cipta di Mata Para Musisi
Marcell Siahaan: UU Hak Cipta Melindungi Pencipta dan Pelaku Pertunjukan
Perjanjian Jual Beli Putus dalam Pandangan Ahli Hukum dan Pelaku Industri Musik
Keterangan Ahli Belum Siap, Pemerintah Minta Tunda Sidang UU Hak Cipta
Hak Moral Melekat Abadi pada Diri Pencipta
Untuk diketahui, permohonan Nomor 63/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian UU Hak Cipta ini dimohonkan oleh PT Musica Studios. Materi yang dimohonkan untuk diuji yakni Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122 UU Hak Cipta. Menurut Pemohon, ketentuan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Pasal 18 UU Hak Cipta menyatakan, “Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.” Kemudian Pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan, “Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.”
Pemohon pada intinya mendalilkan Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus. Sebab pasal tersebut memberikan ketentuan batas waktu atas sebuah karya cipta, yang kemudian suatu karya tersebut harus dikembalikan pada pemilik cipta setelah 25 tahun. Pemohon menilai ketentuan tersebut merugikan karena hanya berstatus sebagai penyewa dan sewaktu-waktu harus mengembalikan hak tersebut pada pencipta karya.
Selain itu, Pemohon mengungkapkan kehilangan hak ekonomi atas berlakunya ketentuan Pasal 122 UU Hak Cipta. Dengan dikembalikannya hak cipta kepada pencipta, Pemohon tidak dapat mengambil royalti atas eksploitasi yang dilakukan pihak lain atas atas fonogram dari sebuah karya tersebut. Oleh karenanya, Pemohon dalam petitum meminta MK menyatakan Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.