JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai berhasil menjadi saluran aspirasi masyarakat di kala lembaga lain sudah tidak dipercaya oleh masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh penggiat media sosial, Tsamara Amany yang menjadi narasumber dalam acara “Ngopi Bareng Courtizen” yang digelar pada Jumat (22/7/2022) sore. Dalam acara tersebut, MK mengundang sebanyak 50 orang pengikut akun Instagram MK serta dihadiri pula oleh Ketua MK periode 2013 – 2015 Hamdan Zoelva.
“Mahkamah Konstitusi itu sudah menjadi saluran aspirasi bagi masyarakat ketika masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah dan DPR misalnya. Ini menunjukkan MK mampu membangun kepercayaan publik,” ujar Tsamara dalam acara yang dipandu oleh Pembawa Acara Berita Kompas TV Cindy Sistyarani tersebut.
Menurut Mahasiswi New York University tersebut, MK berhasil mendekatkan diri kepada masyarakat. Hal tersebut terlihat dengan banyak Pemohon pengujian undang-undang yang berasal dari masyarakat. Ia mencontohkan beberapa mahasiswa yang sudah berani menjadi pemohon dan mengujikan undang-undang. “Ini menunjukkan MK mampu membuka ruang terbuka bagi siapapun untuk datang,” ujar Tsamara.
Sementara terkait sepak terjang MK di media sosial, Tsamara menyoroti mengenai kemudahan untuk masyarakat memahami putusan MK yang dinilai berat oleh masyarakat umum. Menurutnya, hal yang dapat dilakukan MK dengan mengemas informasi dalam Bahasa yang mudah dipahami dengan tujuan informasi tersampaikan.
“Putusan MK dinilai berat. Dalam setiap putusan MK, ada pertimbangan hukumnya dan cenderung banyak. Media hanya mengambil beberapa angle saja, baiknya MK menjelaskan mengenai pertimbangan hukum jadi ada transparansi. Dikemas dengan cara yang mudah dipahami, yang terpenting informasi tersampaikan,” ucap Tsamara.
Magnet di Masyarakat
Sementara itu, Ketua MK 2013 – 2015 Hamdan Zoelva menyampaikan meski dirinya tidak lagi aktif di MK, namun ia selalu mengikuti perkembangan dari MK. Ia mencontohkan beberapa Putusan MK yang ia ikuti, seperti pengujian UU Cipta Kerja, UU Narkotika, hingga UU IKN. “MK masih menjadi magnet di masyarakat,” ucapnya.
Hamdan pun menuturkan mengenai pentingnya peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam proses persidangan MK. Ia menyebut implementasi TIK dalam proses persidangan (persidangan online) telah dilakukan MK jauh sebelum pandemi mendera. Di antara lembaga peradilan di Indonesia, Hamdan menyebut MK paling maju dan jauh lebih dahulu yang menggunakan TIK. Bahkan, ketika ia menjabat sebagai Presiden AACC, Hamdan melanjutkan kemajuan TIK yang diimplementasikan tersebut menjadikan MK RI sebagai teladan bagi MK lain di dunia.
“Sebelum pandemi, sidang di berbagai daerah sudah melalui sidang menggunakan video conference. Jadi, sidang online bukan hal baru dan hanya hal normal. Jauh sebelum itu, semua sidang menggunakan video conference. Hal ini menjadikan MKRI sebagai role model oleh MK negara lain,” jelas Hamdan.
Menggarap Medsos
Dalam kesempatan yang sama hadir pula Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono. Ia menuturkan MK selalu mengusung visi sebagai peradilan modern dan tepercaya yang kemudian salah satunya diwujudkan dengan menggarap media sosial secara serius. Hal ini menunjukkan upaya MK untuk selalu terbuka.
“Tiga tahun belakangan ini, MK mulai menyadari bahwa betul MK mengusung sebagai peradilan modern dan tepercaya. Tiga tahun terakhir MK mulai serius menggarap media sosial,” ucap Fajar.
Terkait hal tersebut, Fajar mengibaratkan dengan Gedung MK yang didesain tidak memiliki pagar. Ketiadaan pagar tersebut mengandung arti bahwa MK ingin dekat dengan masyarakat. “Ruang kaca di Gedung MK, menunjukkan MK transparan dan terbuka. Untuk itu, lewat medsos, kami berusaha menunjukkan wajah MK yang lebih fresh,” tandasnya.
Courtizen yang hadir dalam kesempatan itu pun mengajukan sejumlah pertanyaan. Salah satunya Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Nicholas Martua Siagian. Ia memaparkan kiprah MK di medsos hanya terbatas pada sejumlah kalangan, di antaranya mahasiswa dan alumni FH serta para penggiat di bidang hukum. Keterbatasan tersebut, menurutnya, menjadikan sulitnya masyarakat dalam melihat implementasi terkait putusan MK.
“Kelemahan (medsos MK) adalah tidak bisa melihat implementasi putusan MK. Saya pikir inovasi ke depan adalah bagaimana realisasi dan implementasi putusan MK bisa ditampakkan di media sosial untuk masyarakat. Tidak hanya untuk anak muda, namun juga berbagai kalangan masyarakat,” ujar Nicholas.
Menanggapi hal tersebut, Fajar mengungkapkan bahwa melalui putusannya, MK telah menjawab persoalan konstitusionalitas suatu undang-undang. Oleh karena itu, jika bicara kewenangan MK, maka merealisasikan putusan tersebut bukan lagi menjadi tugas MK. “Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif, putusannya bersifat final dan mengikat berlakunya erga omnes seperti berlakunya sebuah undang-undang. Ketika undang-undang berlaku maka ada pelaksana, yakni eksekutif. Ini memang bagus. Namun perlu ada sinergi antara MK dengan pelaksana putusan. Hal ini perlu didalami lebih dahulu,” papar Fajar.
Kemudian, pertanyaan mengenai Putusan MK Nomor 36/PUU-XX/2022 tentang uji materiil UU ITE mengenai pencemaran nama baik dilontarkan oleh Dorma Hotmaria Sianipar yang merupakan Mahasiswa FH Universitas Riau. Menjawab hal tersebut, Hamdan Zoelva mengungkapkan bahwa batasan antara kritik dan pencemaran nama baik sangat tipis.
“Saya menganut prinsip bahwa kebebasan kita itu adalah kebebasan yang tidak sepenuhnya bebas karena ada budaya, etik, moral yang harus dijaga. Boleh mengkritik namun jika tidak pantas jangan dijadikan budaya. Jangan disamakan dengan budaya lain, kita harus menjaga budaya kita. Terkait pencemaran nama baik presiden, saya setuju harus dibatasi, namun jangan sampai menjadi pasal karet,” tegas Hamdan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Tsamara agar aturan mengenai pencemaran nama baik tidak menjadi pasal karet dan menjadi alat kriminalisasi. “Tapi saya tidak setuju ada serangan membabi buta terhadap pejabat negara atau presiden. Menurut saya, filternya harus mengedukasi masyarakat,” tandasnya.
Perkembangan dan transformasi era digital sekarang, menghadirkan media sosial dengan segala kemudahannya. Media sosial memudahkan manusia dalam mencari informasi serta disajikan dengan cepat kepada pengguna internet. Selain itu, dengan adanya media sosial manusia dimudahkan dalam berkomunikasi dan membentuk jaringan yang terhalang jarak dan waktu. Dalam pengelolaan publikasi mengenai MK oleh Biro Humas dan Protokol khususnya pada subbagian Hubungan Masyarakat (Humas) saat ini, beberapa kegiatan mengoptimalkan penggunaan media yang dimiliki oleh MK, di antaranya yaitu media sosial MK (Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube) dan laman MKRI. Fokus dalam penggunaan media MK dalam setiap publikasi mengenai MK akan membuat kesadaran dan pengetahuan masyarakat meningkat akan platform media yang dimiliki MK. Menyadari pentingnya peran pegiat media sosial sebagai sumber dan penyambung informasi dari Mahkamah Konstitusi (MK) ke masyarakat ataupun sebaliknya, MK menggelar acara “Ngopi Bareng Courtizen”.
Atas dasar itu, MK menilai penting untuk melaksanakan kegiatan “Ngopi Bareng Courtizen” sebagai salah satu cara untuk menjaga ekosistem media sosial dengan cara merangkul pegiat media sosial dan target market media sosial dengan ngopi bareng, diskusi dan berkolaborasi.(*)
Penulis: Lulu Anjarsari P.
Editor: LA