JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang diajukan oleh SM Phiodias Marthias, pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. “Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman didampingi delapan hakim konstitusi dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 49/PUU-XX/2022 pada Rabu (20/7/2022) secara daring di Ruang SIdang Pleno MK.
Setelah Mahkamah membaca secara saksama permohonan Pemohon beserta bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon, pokok permohonan Pemohon adalah mengenai penyusunan dan muatan naskah akademik UU No. 3/2022 yang menurut Pemohon tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya menurut Pemohon, pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.
Mahkamah mempertimbangkan bahwa naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12/2011 adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Lebih lanjut berkenaan dengan pembentukan undang-undang dijelaskan pula oleh UU No. 12/2011, menurut Mahkamah, alasan-alasan perlunya penyusunan naskah akademik sebagai acuan dalam pembentukan RUU. Oleh karena itu, pada bagian latar belakang naskah akademik menjelaskan mengapa pembentukan RUU memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis, serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan RUU. Karena posisi naskah akademik sebagai acuan maka dalam perkembangan pembahasan suatu RUU dalam rangka mendapatkan persetujuan bersama dari pembentuk undang-undang maka tidak serta merta hal-hal yang termuat dalam naskah akademik kemudian masuk dalam materi undang-undang. Dengan kata lain, walaupun telah termuat dalam naskah akademik kemudian dalam pembahasan rancangan undang-undang ternyata mengalami perubahan maka hal tersebut tidak serta merta menyebabkan proses pembentukan undang-undang menjadi inkonstitusional.
Keberadaan Naskah Akademik
Menurut Mahkamah, keberadaan naskah akademik memang diharuskan dalam pembentukan undang-undang. Pasal 43 ayat (3) UU No. 12/2011 menyatakan, “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik”. Dalam perkara a quo telah terdapat Naskah Akademik UU No. 3/2022 sebagaimana diajukan oleh Pemohon, sehingga pada tahapan penyusunan dalam pembentukan UU No. 3/2022 telah ternyata disertai dengan naskah akademik.
Adapun mengenai muatan naskah akademik sebagaimana dipersoalkan Pemohon, menurut Mahkamah, berdasarkan pertimbangan hukum paragraf di atas adalah tidak tepat dipersoalkan konstitusionalitasnya, mengingat penyusunan naskah akademik pada tahapan penyusunan pembentukan undang-undang harus melalui tahapan pembahasan pembentukan undang-undang yang dimungkinkan adanya perkembangan atau perubahan. Oleh karena itu, dalil Pemohon mengenai penyusunan dan muatan naskah akademik bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak tepat karena seharusnya yang dipersoalkan oleh Pemohon adalah mengenai proses atau prosedur pembentukan UU IKN yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Sementara itu, mengenai proses atau prosedur pembentukan UU IKN telah dinilai Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XX/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XX/2022 yang diucapkan sebelum pengucapan putusan perkara a quo yang pada pokoknya menyatakan proses pembentukan UU IKN tidak bertentangan dengan UUD 1945, oleh karenanya dalil-dalil para Pemohon untuk kedua perkara tersebut tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, terhadap dalil Pemohon a quo karena berkaitan dengan proses pembentukan UU IKN, in casu naskah akademik UU IKN maka harus dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga:
UU IKN Dinilai Berpotensi Ganggu Masa Depan Bangsa
MK Periksa Perbaikan Tiga Permohonan Pengujian Formil UU IKN
Penulisa: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.