CISARUA, HUMAS MKRI – Hari ketiga kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN) Bagi Forum Masyarakat Pemantau Untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) melalui melalui Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK) pada Kamis (14/7/2022). Dua Panitera Pengganti MK yakni Mardian Wibowo dan Saiful Anwar, hadir sebagai narasumber pada kesempatan kali ini.
Mardian menyajikan materi “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”. Mengawali paparan, Mardian menerangkan sejarah berdirinya MK RI. Mahkamah Konstitusi dapat disebut juga dengan istilah pengadilan konstitusional, yaitu lembaga pengadilan yang bertugas menjaga konstitusi dalam arti memastikan agar konstitusi dilaksanakan sebagai hukum tertinggi.
“Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan merupakan salah satu produk reformasi 1998 yang berhasil menumbangkan kekuasaan Orde Baru. Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah melakukan amendemen UUD 1945 yang bertujuan untuk memastikan adanya pembatasan kekuasaan yang ketat. Amendemen dilakukan 4 kali yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002. Salah satu hal baru yang dimunculkan dalam amendemen UUD 1945 adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi,” kata Mardian.
Dasar Hukum PUU
Mardian menjelaskan Mahkamah Konstitusi berdiri pada 13 Agustus 2004. Tanggal tersebut adalah tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, Mahkamah Konstitusi mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Lebih lanjut, Mardian mengungkapkan dasar hukum pengujian undang-undang (PUU), yaitu Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar ...”.
Konstitusi diposisikan sebagai dasar hukum atau peraturan hukum tertinggi di Indonesia. Hal demikian berarti undang-undang (UU) tidak boleh bertentangan atau melanggar UUD 1945. Tujuan pengujian UU adalah memastikan tidak ada UU yang bertentangan dengan UUD 1945.
Sedangkan hal-hal penting yang perlu diketahui tentang PUU, kata Mardian, adalah siapa para pihak atau subjek dalam perkara PUU, apa yang menjadi objek pengujian, kapan daluarsa permohonan pengujian, serta apa yang menjadi parameter pengujian.
Penyusunan Permohonan PUU
Narasumber berikutnya Saiful Anwar membahas materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian UU Terhadap UUD NRI Tahun 1945”. Dijelaskan Saiful, perkara PUU adalah perkara yang hanya terdapat satu pihak, yang diuji adalah norma undang-undang. Ada Pemohon tetapi tidak ada Termohon atau lawan.
Saiful juga menjelaskan para pihak dalam sidang PUU, yakni Pemohon, Pemberi Keterangan dan Pihak Terkait. Ketiganya dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan/atau didampingi oleh pendamping berdasarkan surat keterangan Sedangkan Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya undang- undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia atau termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, serta badan hukum publik atau privat, maupun lembaga negara.
Mengenai Pemberi Keterangan, jelas Saiful, Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Selain itu, Keterangan Pemberi Keterangan sekurang-kurangnya memuat uraian yang jelas mengenai fakta yang terjadi saat proses pembahasan dan/atau risalah rapat dari undang-undang atau perpu yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, termasuk hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Pemberi Keterangan atau yang diminta oleh Mahkamah.
“Kemudian yang disebut Pihak Terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung dan/atau tidak langsung dengan pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau kewenangannya secara langsung terpengaruh kepentingannya oleh pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang hak, kewenangan, dan/atau kepentingannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan dimaksud,” urai Saiful.
Usai paparan materi dari Mardian Wibowo dan Saiful Anwar, kegiatan PPHKWN berlanjut dengan praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang. Para peserta kegiatan dibagi dalam kelompok-kelompok kelas terpisah untuk belajar menyusun sistematika dan format permohonan sesuai yang didapat dari materi sebelumnya. Setelah itu, para peserta melanjutkan tugas mandiri praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.
Baca juga:
Ketua MK: Penyandang Disabilitas Bagian Totalitas Masyarakat Indonesia
Jaminan Perlakuan Khusus Bagi Difabel
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.