JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi penceramah kunci dalam Lokakarya Profesi Hukum yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram dengan tema “Menyiapkan Para Praktisi Muda yang Mampu Bersaing” secara daring pada Selasa (28/6/2022). Pada kesempatan ini, Suhartoyo menyampaikan tugas hakim konstitusi dalam tugas hukumnya di Mahkamah Konstitusi. Melalui paparan berjudul “Peluang dan Tantangan Profesi Hakim” ini, para mahasiswa diajak untuk lebih memahami tanggung jawab yang diemban oleh hakim konstitusi dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.
Mengutip pendapat Aharon Barak yang menyebutkan tugas hakim tidak hanya menyelesaikan sengketa dari para pihak, namun juga bertanggung jawab untuk menjembatani jurang antara masyarakat dan hukum. Seiring perkembangan yang begitu cepat di masyarakat, hukum seringkali tidak mampu mengimbangi dinamika tersebut. Untuk itu, hakim mengambil peran guna menciptakan hukum yang baru, melakukan terobosan hukum, sekaligus mengisi kekosongan hukum melalui berbagai putusannya yang progresif.
“Akan tetapi, peran hakim yang demikian sering kurang disadari oleh hakim, lembaga peradilan, maupun masyarakat luas. Bahwa hakim sejatinya sebagai mitra yang bersama-sama dengan lembaga legislatif bertanggung jawab menciptakan hukum melalui jalurnya masing-masing dan bukan hanya sebatas corong undang-undang,” jelas Suhartoyo.
Independensi Hakim
Berikutnya Suhartoyo menjelaskan bahwa pada tataran undang-undang, salah satu semangat reformasi, yakni melakukan pembaruan lembaga pengadilan dengan melakukan pengalihan kewenangan aspek administrasi, organisasi, dan finansial dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung (MA). Dengan berlakunya UU Kekuasaan Kehakiman, manajemen pengadilan satu atap mulai berlaku dan MA pun mengatur aspek organisasi, administrasi, keuangan, dan teknis yudisial lainnya. Perubahan ini, sambung Suhartoyo, diharapkan pada independensi dan imparsialitas lembaga peradilan secara umum dan hakim secara khusus. Namunk kemudian aturan ini mengalami penyesuaian kembali. Perubahan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang selanjutnya direvisi pula melalui Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Maka, Mahkamah Konstitusi bersama dengan Mahkamah Agung yang memegang kekuasaan kehakiman, juga diberikan instrumen untuk mendukung terciptanya independensi hakim konstitusi dalam menjalankan tugas.
“Mahkamah Konstitusi menjadi penafsir tertinggi Undang-Undang Dasar. Oleh karenanya berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” jelas Suhartoyo yang memaparkan materi dari ruang kerja hakim di Gedung MK, Jakarta.
Sebagai bagian dari perangkat hukum di peradilan, hakim konstitusi yang terdiri atas 9 hakim tidak mengenal jabatan karir dalam menjalankan tugasnya. Sebab, pada hakim konstitusi kedudukan sebagai hakim konstitusi adalah sebuah jabatan kehormatan dan kenegarawanan. Termasuk pula dengan posisi bagi hakim konstitusi tertentu yang menjadi Ketua dan Wakil Ketua MK yang dipilih di antara kesembilan hakim konstitusi. Hal tersebut juga bukanlah bentuk dari kenaikan pangkat, melainkan jabatan kepercayaan dari kolega hakim untuk memimpin para hakim konstitusi.
Di hadapan para mahasiswa yang hadir dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 di Universitas Mataram yang menyimak secara daring ini, Suhartoyo menekankan bahwa profesi hakim adalah amanah untuk menegakkan hukum dan keadilan, yang menjadi salah satu parameter baik tidaknya wajah hukum di suatu negara. Selain itu, kata Suhartoyo, profesi sebagai hakim juga merupakan bentuk tanggung jawab keilmuan bagi seseorang yang mempelajari ilmu hukum. Oleh karena itu, ia memberikan nasihat kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram untuk terus belajar dan kemudian kelak dapat pula selanjutnya mengimplementasikan ilmu maupun teori hukum yang sudah dipelajari saat memilih profesi sebagai hakim.
“Mahasiswa hukum sebagai calon hakim masa depan harus memperkaya khasanah ilmu dan teori hukum dengan baik dikarenakan kerja hakim sedikit banyak merupakan kerja keilmuan. Terobosan hukum tidak lepas dari kekayaan pengetahuan dan pengalaman dari hakimnya. Putusan yang dijatuhkan tidak boleh lepas dari fakta dan nalar yang ilmiah serta didukung oleh legal reasoning yang kuat. Ratio decidendi merupakan ruh dari putusan sehingga perumusannya harus dilakukan dengan hati-hati dan mendalam. Putusan hakim akan dihormati oleh masyarakat dan mendapatkan legitimasi yang kuat, bila memiliki pertimbangan hukum yang kokoh. Kelak apabila mahasiswa memilih untuk menjadi hakim, maka sejak dari awal harus senantiasa berlatih untuk bersikap jujur, adil, dan bertanggung jawab,” pesan Suhartoyo kepada para mahasiswa. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.