UU BI bisa dilakukan legislatif review ke DPR atau uji formil ke MK. Syarat uji formil adalah proses pembentukannya bermasalah. Penahanan dua anggota DPR dalam kasus aliran dana BI bisa menjadi pintu masuknya.
Penahanan Anggota DPR Komisi IX Hamka Yandhu dan Wakil Gubernur Jambi Antony Zeidra Abidin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat diwarnai dengan pro-kontra. Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah menegaskan bahwa penahanan itu untuk kepentingan penyidikan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI). Sebelum ditahan, keduanya terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi menerima suap dalam proses pembuatan UU No. 3 Tahun 2004 tentang BI.
Dari sudut pidana atau tindak pidana korupsi, kasus ini memang sedang ditangani oleh KPK. Namun, kasus ini juga bisa bersinggungan dengan hukum tata negara. Pengamat HTN Irman Putra Sidin menilai UU BI bisa dibatalkan dengan adanya kasus ini. Ia beranggapan adanya indikasi suap bisa menjadi pintu masuk bahwa proses pembentukan UU BI tersebut memang bermasalah.
Irman mengatakan jalur yang mungkin ditempuh adalah melalui uji formil UU ke Mahkamah Konstitusi (MK). âUU BI bisa diujiformilkan terkait proses pembentukannya yang terindikasi bermasalah secara hukum seperti suap,â jelasnya melalui sambungan telepon, Jumat (19/4). Irman tak asal omong. Peraturan Mahkamah Konstitusi No: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang menjadi acuannya.
Peraturan MK No 06/PMK/2005
Pasal 4
(1) Permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil
(2) Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945
(3) Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
UU 10 Tahun 2004
Pasal 1 angka 1
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan
Mantan Koordinator Staf Ahli MK ini mengatakan, seperti halnya uji materi, pengajuan uji formil ini harus dilakukan oleh pemohon yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar dengan diberlakukannya UU ini. Bila permohonan diajukan saat ini, kala kasus skandal BI masih dalam tahap penyidikan, maka MK hanya bisa mengambil sikap dengan membekukan UU BI terlebih dahulu. âKalau sudah ada putusan pidana, baru MK memutus UU BI ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,â ujarnya. Dampaknya UU BI yang berlaku adalah UU yang lama, yaitu UU No 23 Tahun 1999. âIni pernah terjadi pada UU Ketenagalistrikan setelah diputus MK,â ujar Irman.
Irman menegaskan persoalan ini memang preseden baru dalam HTN. Namun, ia mengatakan sebaiknya ada pihak-pihak yang mengajukan uji formil ini sebagai pembelajaran bagi DPR. âSebaiknya kasus ini diungkap (melalui uji formil,-red) untuk menghindari suap menyuap pada pembuatan UU yang akan datang,â ujarnya.
Isu ini memang pernah mengemuka dalam sebuah diskusi. Kala itu, Pakar HTN dari UGM Denny Indrayana berdebat sengit dengan Anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun. Denny berpendapat UU BI bisa saja dibatalkan apabila memang terbukti suap. Sedangkan Gayus menyangkal pendapat Denny. Menurut Gayus, suap dengan pembuatan UU merupakan dua hal yang berbeda. Ia mengatakan ketika sebuah UU sudah diketok, maka tak perlu lagi dipersoalkan pembuatannya. âBoleh diusut kalau ada indikasi orang per orang yang memasuki wilayah membuat UU yang salah, tapi kalau undang-undang sudah diberlakukan, ya sudah,â tegas Gayus.
Legislative Review
Meski Irman telah menjelaskan secara gamblang kemungkinan uji formil, namun ia menyerahkan semuanya kepada MK. âPersoalannya, MK mau melakukannya atau tidak,â ujarnya. Hakim Konstitusi Mahfud MD berpendapat untuk kasus skandal dana BI tidak bisa diajukan uji formil. Ia mengatakan adanya indikasi suap dalam pembuatan UU bukan alasan untuk mengajukan uji formil.
Guru Besar HTN dari Universitas Islam Indonesia (UII) ini mengatakan alasan uji formil mengenai prosedur pembentukan sebuah UU hanya bisa dilihat dari segi formil saja. Misalnya, masalah kuorum. âHarusnya 50% anggota DPR seharusnya hadir, tapi hanya 30% yang hadir,â ujar Mahfud. âKalau suap itu kan masalah pidana, sedangkan yang bisa dipersoalkan cuma syarat proseduralnya saja,â ujarnya.
Namun, lanjut Mahufd, bukan tak mungkin UU BI bisa dipersoalkan. Ia mengatakan jalur legislative review ke DPR merupakan cara yang tepat. Menurutnya, langkah ini akan lebih efektif bila dibanding uji formil ke MK. âUntuk uji formil tak bisa, karena syarat formil pembentukan UU BI itu telah terpenuhi,â pungkasnya. (Ali)
Sumber www.hukumonline.com Sabtu, 19 April 2008
Foto www.google.co.id