JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji materiil Pasal 13 huruf f, i, j Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) terhadap UUD 1945. Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 29/PUU-XX/2022 ini dibacakan pada Senin (20/6/2022). Terhadap perkara yang dimohonkan oleh Boyamin Bin Saiman (Pemohon I) dan Marselinus Edwin Hardian (Pemohon II) ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Disebutkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams bahwa ketentuan Pasal 13 huruf j UU BPK dibentuk dengan tujuan untuk menghindarkan potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang yang pernah dimiliki sebelumnya, yang dapat saja dilakukan oleh anggota BPK terpilih jika yang bersangkutan berasal dari pejabat pengelola keuangan negara. Sebab, hal tersebut dapat menimbulkan kemungkinan terganggunya independensi, integritas, dan profesionalitas anggota BPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut. Oleh karenanya, sambung Wahiduddin, diperlukan persyaratan bagi calon anggota BPK setidaknya telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Hal ini termasuk bertujuan pula untuk memutus mata rantai konflik kepentingan antara pihak-pihak yang terkait, yakni antara yang memeriksa dengan yang diperiksa serta menghindari penyalahgunaan wewenang.
“Sebab, keadaan demikian dimungkinkan saja terjadi jika anggota BPK terpilih menggunakan kewenangannya untuk menilai hasil pekerjaannya pada masa lalu sebelum yang bersangkutan menjadi anggota BPK. Oleh karenanya pembatasan waktu kapan seorang pejabat pengelola keuangan negara dapat mengikuti pemilihan anggota BPK menjadi sangat penting,” sebut Wahiduddin dalam Sidang Pengucapan Putusan yang dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK.
Selanjutnya terhadap ketentuan tentang jangka waktu ”paling singkat 2 (dua) tahun” dalam Pasal 13 huruf j UU 15/2006 telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XII/2014. Pada intinya telah dinyatakan bahwa anggota BPK terpilih hanya dapat melakukan pemeriksaan keuangan terhadap pengelolaan keuangan yang dilakukan satu tahun sebelumnya. Hal ini guna menghindarkan anggota BPK tersebut untuk memeriksa sendiri hasil pekerjaannya sebagai pejabat pengelola keuangan sebelum yang bersangkutan terpilih menjadi anggota BPK.
Baca juga: Menguji Konstitusionalitas Syarat Pencalonan Anggota BPK
Berlaku Bagi Seluruh Calon
Selanjutnya, terkait dengan Petitum para Pemohon yang meminta agar Pasal 13 huruf j UU BPK dimaknai “tidak pernah melakukan penyimpangan atau tindak pidana korupsi selama memangku jabatan sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Negara”, Wahiduddin menyatakan pada dasarnya hal tersebut telah terakomodir dalam ketentuan Pasal 13 huruf g UU BPK yang menyatakan “g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih.” Dengan kata lain, syarat yang dimaksudkan tersebut tidak hanya melekat pada calon anggota BPK yang berasal dari pejabat pengelola keuangan negara saja, melainkan juga pada calon anggota BPK yang bukan berasal dari pejabat pengelola keuangan negara. Sehingga, syarat ini melekat pada seluruh calon peserta yang ingin mengikuti pemilihan anggota BPK tanpa terkecuali.
Baca juga: Boyamin bin Saiman Perbaiki Permohonan Uji Materiil Aturan Persyaratan Calon Anggota BPK
Bukan Konstitusionalitas Norma
Sementara itu, terkait dengan dalil para Pemohon mengenai adanya dua nama yang seharusnya tidak diloloskan oleh DPR RI untuk dimajukan sebagai calon anggota BPK saat mengikuti tahap fit and proper test karena tidak memenuhi syarat dari pasal a quo, Mahkamah berpendapat hal tersebut bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas norma. Hal demikian merupakan implementasi norma dan bukan menjadi ranah kewenangan Mahkamah untuk menilainya. Dengan demikian, dalil para Pemohon mengenai Pasal 13 huruf j UU BPK yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “tidak pernah melakukan penyimpangan atau tindak pidana korupsi selama memangku jabatan sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Negara” tidak beralasan menurut hukum.
“Menyatakan permohonan Pemohon I dan II sepanjang berkenaan dengan Pasal 13 huruf i Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak dapat diterima,” ucap Ketua M Anwar Usman saat membacakan Amar Putusan perkara ini yang dihadiri para pihak secara virtual.
Untuk diketahui, para Pemohon mengatakan Pasal 13 huruf f UU BPK telah berpotensi menghilangkan hak Pemohon untuk dipilih menjadi Anggota BPK. Ia menyebut, Pemohon I pada saat mendaftar permohonan ini masih belum selesai menjalani pendidikan S1. Padahal berdasarkan pengalaman cukup paham selak beluk penyimpangan-penyimpangan keuangan yang mengakibatkan kerugian negara. Artinya, Pemohon memiliki kemampuan, namun karena terbentur persoalan pendidikan, Pemohon I tidak dapat mencalonkan diri sebagai anggota BPK.
Sementara itu, Marselinus Edwin Hardian selaku Pemohon II menerangkan Pemohon belum berusia 30 tahun sehingga belum memenuhi syarat dalam pasal a quo sehingga tidak dapat dipilih menjadi anggota BPK. Menurut para Pemohon, hal ini tentu akan berpotensi menghilangkan hak Warga Negara Indonesia sepanjang tidak dimaknai dewasa dalam memahami ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu dalam permohonannya, para Pemohon mengatakan pemberlakuan Pasal 13 huruf j Undang Undang BPK menyatakan salah satu syarat untuk dapat dipilih menjadi Anggota BPK adalah paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Hal ini tentu bertentangan dengan undang-undang sepanjang tidak dimaknai tidak melakukan penyimpangan dan tindak pidana korupsi selama memangku jabatan sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Negara.
Dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 13 huruf f UU BPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai pintar dan pandai berdasarkan hasil proses penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 13 huruf i UU BPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dewasa berdasarkan hasil penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, Pemohon meminta agar Pasal 13 huruf j UU BPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak pernah melakukan penyimpangan atau tindak pidana korupsi selama memangku jabatan sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Negara. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim