BOGOR, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjadi pemateri dalam kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Pengurus dan Anggota Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Kegiatan tersebut digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik), pada Rabu (15/6/2022).
Dalam kegiatan tersebut, Arief menyampaikan materi mengenai reaktualisasi implementasi nilai-nilai Pancasila. Arief mengatakan prinsip-prisip yang terkandung dalam Pancasila merupakan prinsip-prinsip universal yang tidak hanya sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, tetapi juga sebagai ilmu pengetahuan yang paripurna. “Prinsip-prinsip itu apabila dikaji maka adalah ilmu yang paripurna dan paling cocok diterapkan oleh masyarakat heterogen, masyarakat yang bhineka,” ujar Arief secara daring dari Gedung MK, Jakarta.
Menurut Arief, Pancasila berfungsi sebagai contoh dominan yang dapat mengintegrasikan bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui bahwa bangsa Indonesia memegang prinsip Bhinneka Tunggal Ika dengan berideologi yang sama yakni Pancasila. “Indonesia merupakan bangsa yang heterogen baik dari sisi agama, budaya dan di sisi apapun,” ucapnya.
Baca juga: MK Gelar PPHKWN Bagi Pengurus dan Anggota GMNI
Dalam kesempatan tersebut, Arief menyebut untuk menjadi bangsa yang besar, Indonesia perlu diikat dalam satu ikatan yang kuat. Ikatan tersebut adalah Pancasila.
“Itulah fungsi dari Pancasila bagi bangsa Indonesia yang mengintegrasikan kebhinekaan, heterogenitas, bermacam-macamnya semua aspek yang ada di Indonesia. Untuk itu kita kembangkan maka sebetulnya seluruh cabang-cabang kehidupan di Indonesia harus menggunakan Pancasila. Pancasila dapat digunakan, dijabarkan di berbagai aspek kehidupan. Seluruh sendi-sendi kehidupan, Pancasila bisa diaplikasikan dalam kehidupan berhukum, Pancasila dapat diaplikasikan dalam kehidupan bersosiologi, Pancasila dapat diaplikasikan dalam kehidupan berpolitik dan lain sebagainya,” tegasnya dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Plt. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Imam Margono.
Lebih jauh Arief mengatakan untuk menjaga Indonesia dan Pancasila, maka masyarakat Indonesia harus berkhidmat dan mengikatkan diri pada tujuan bernegara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
“Indonesia lahir dan berdiri sebagai sebuah negara dan bangsa tak hanya atas hadirnya rasa kebersamaan masyarakatnya. Akan tetapi juga atas keinginan luhur seluruh bangsa yang diberikan hidayah oleh Tuhan, sehingga terwujud sebuah negara merdeka bernama Indonesia,” jelas Arief.
Baca juga: Pengurus dan Anggota GMNI Belajar Konstitusi dan Sejarah MK
Teknik Penyusunan Permohonan
Sementara itu, hadir pula sebagai pemateri, yakni Panitera Pengganti MK Syukri Asy’ari yang memaparkan materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian UU Terhadap UUD NRI Tahun 1945”. Dikatakan Syukri, perkara pengujian undang-undang (PUU) adalah perkara yang hanya satu pihak, yang diuji adalah norma undang-undang (UU). Ada Pemohon tetapi tidak ada Termohon atau lawan.
Selanjutnya Syukri menjelaskan para pihak dalam sidang perkara PUU, yaitu Pemohon, Pemberi Keterangan dan Pihak Terkait. Ketiganya dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan/atau didampingi oleh pendamping berdasarkan surat keterangan.
Syukri menjelaskan, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, serta badan hukum publik atau privat, maupun lembaga negara.
Mengenai Pemberi Keterangan, jelas Syukri, MK dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Selain itu, keterangan dari Pemberi Keterangan sekurang-kurangnya memuat uraian yang jelas mengenai fakta yang terjadi saat proses pembahasan dan/atau risalah rapat UU atau perpu yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, termasuk hal- hal lain yang dianggap perlu oleh Pemberi Keterangan atau yang diminta oleh Mahkamah.
Lebih lanjut Syukri memaparkan syarat-syarat pengajuan permohonan. Permohonan dapat diajukan secara luring atau daring. Berkas permohonan sekurang-kurangnya terdiri atas: permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak satu eksemplar asli yang ditandatangani oleh Pemohon/kuasa hukum, fotokopi identitas Pemohon/kuasa hukum dan surat kuasa serta AD/ART. Di samping itu, permohonan sekurang-kurangnya memuat identitas Pemohon dan/atau kuasa hukum, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan (posita) dan petitum.
Usai paparan materi, kegiatan berlanjut dengan praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang. Para peserta kegiatan dibagi dalam kelompok-kelompok kelas terpisah untuk belajar menyusun sistematika dan format permohonan sesuai yang didapat dari materi sebelumnya. Setelah itu, para peserta melanjutkan tugas mandiri praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.
Untuk informasi, kegiatan tersebut dihadiri sekitar 372 orang peserta secara daring. Kegiatan tersebut bertujuan dengan pertimbangan kader-kader GMNI memiliki peran strategis dalam memajukan bangsa Indonesia yang majemuk melalui peningkatan pemahaman nila-nilai Pancasila dan budaya sadar Konstitusi sekaligus peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara dan upaya konstitusional dalam memperjuangkan hak-hak konstitusional warga negara. Para peserta mendapatkan sejumlah materi mengenai Pancasila, Konstitusi, hak konstitusional warga negara, Mahkamah Konstitusi serta hukum acara pengujian undang-undang dari hakim konstitusi, pakar hukum tata negara, panitera pengganti MK, peneliti MK, hingga staf IT MK.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.