JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Selasa (8/6/2022). Permohonan yang teregistrasi sebagai Perkara Nomor 61/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Octolin H Hutagalung dan 11 Pemohon lainnya.
Salah seorang kuasa Pemohon, Deasiska Biki menyampaikan perbaikan permohonan. Di antaranya, perbaikan judul permohonan menjadi “Permohonan Uji Materiil Bab VI Pasal 54 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945”.
Selain itu, para Pemohon melakukan perbaikan posita permohonan dengan memperkuat argumentasi para Pemohon. Kemudian perbaikan sistematika permohonan berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 dengan menghilangkan fakta hukum serta kesimpulan pada bagian permohonan para Pemohon.
“Berikutnya, kami Pemohon telah memperbaiki dan memperkuat kedudukan hukum para Pemohon sebagaimana masukan Majelis Hakim Panel untuk mempelajari Putusan MK Nomor 10/PUU-VIII/2010 serta Putusan MK Nomor 17/PUU-VIII/2010. Kami mencoba kembali untuk memperkuat kedudukan hukum dengan fokus pada hak-hak konstitusional dan kerugian konstitusional,” papar Deasiska kepada Panel Hakim MK yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga: Dianggap Halangi Profesi Advokat, KUHAP Diuji
Sebelumnya, para Pemohon yang berprofesi sebagai advokat menguji Pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Para Pemohon beranggapan bahwa dalam proses perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka maupun terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya, mengingat tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang hak seorang saksi dan terperiksa untuk mendapatkan bantuan hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam memberikan keterangan di muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)
Penulis : Nano Tresna A.
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim