JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang diajukan Anah Mardianah, tidak dapat diterima. Demikian amar Putusan Nomor 53/PUU-XX/2022 yang dibacakan dalam persidangan di MK pada Selasa (31/5/2022).
“Amar putusan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Wakil Ketua MK Aswanto selaku Ketua Pleno bersama tujuh hakim konstitusi, saat membacakan amar putusan.
Anah Mardianah (Pemohon) menerangkan telah mengajukan permohonan pengujian formil UU IKN ke MK pada 31 Maret 2022. Namun, setelah Mahkamah mencermati, ternyata permohonan Pemohon diajukan ke MK pada 1 April 2022 sebagaimana Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/04/2022 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 7 April 2022 dengan Nomor 53/PUU-XX/2022.
Sementara itu, menurut Mahkamah, UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766. Dengan demikian maka permohonan Pemohon diajukan pada hari ke 46 (empat puluh enam) sejak UU IKN diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon berkaitan dengan pengujian formil UU IKN terhadap UUD 1945 diajukan telah melewati tenggang waktu 45 hari sejak UU IKN diundangkan. Dengan demikian, permohonan Pemohon adalah tidak memenuhi syarat tenggang waktu dalam pengajuan pengujian formil di MK.
“Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan maka kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon, serta hal-hal lainnya tidak dipertimbangkan,” kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan putusan.
Baca juga
Seorang Guru Menguji Konstitusional UU IKN
Kuasa Pemohon Uji UU IKN Tegaskan Tidak Ada Perbaikan Alasan Permohonan
Untuk diketahui, permohonan Nomor 53/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UU IKN diajukan oleh Anah Mardianah yang berprofesi sebagai guru. Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di MK pada Senin (25/4/2022), Pemohon melalui kuasa hukumnya, Reza Setiawan mengatakan tujuan dan proses dari pembentukan suatu undang-undang harus dilaksanakan bersama-sama oleh DPR dan Presiden. Suatu undang-undang harus dibentuk untuk menjamin kepastian hukum, menjamin keadilan, dan menciptakan ketertiban serta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia
“Maka, undang-undang harus memenuhi prosedur yang ketat, detail, dan terperinci. Jika tidak tercakupi, maka UU dapat dikatakan cacat formil. Maka sudah sepatutnya Mahkamah menyatakan UU a quo cacat formil dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Reza.
Dalam permohonan Pemohon menyatakan pada 18 Januari 2022 lalu, DPR telah resmi menetapkan RUU IKN sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020. Sebelum UU tersebut disahkan, telah terdapat penolakan dari pemerintah provinsi dan daerah, namun penolakan demikian tidak didengarkan oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI. Selanjutnya pada 15 Februari 2022 Presiden pun mengesahkan UU IKN. Hal ini menurut Pemohon mengisyaratkan sejak awal masuk prolegnas hingga disahkan, pembentukan UU a quo hanya memakan waktu kurang dari satu bulan. Dengan demikian dapat diartikan UU IKN dibuat tidak melibatkan masyarakat. Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan uji formil UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.