JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) yang diajukan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia. Ketetapan Nomor 55/PUU-XX/2022 tersebut dibacakan pada Selasa (31/5/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.
Wakil Ketua MK Aswanto menyampaikan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU MK Mahkamah telah menyelenggarakan Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan pada tanggal 10 Mei 2022, namun Pemohon mengirimkan surat permohonan penundaan sidang bertanggal 09 Mei 2022, berdasarkan permohonan tersebut Mahkamah menunda persidangan perkara tersebut dan kemudian Mahkamah menjadwalkan kembali Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan yang diselenggarakan pada 19 Mei 2022 yang dihadiri oleh kuasa hukumnya, Faturohman.
“Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Namun, dalam tenggang waktu perbaikan permohonan yang diberikan oleh Mahkamah, Pemohon justru menyampaikan surat kepada Mahkamah bertanggal 20 Mei 2022, perihal Permohonan Pencabutan Pengujian Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Perkara Nomor 55/PUU-XX/2022),” ujar Aswanto didampingi oleh tujuh hakim Konstitusi lainnya.
Baca juga: Menguji Konstitusionalitas Ketentuan Masa Jabatan Kepala Daerah
Terhadap penarikan kembali permohonan Pemohon tersebut, Aswanto mengatakan, Pasal 35 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan” dan Pasal 35 ayat (2) UU MK menyatakan bahwa penarikan kembali mengakibatkan Permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali.
Sehingga, berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e di atas, Aswanto menjelaskan, Rapat Permusyawaratan Hakim pada 23 Mei 2022 telah berkesimpulan pencabutan atau penarikan kembali permohonan Nomor 55/PUU-XX/2022 adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali Permohonan a quo. Oleh karena itu, Rapat Permusyawaratan Hakim memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat pencabutan atau penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon;
Sebelumnya, Faturohman selaku Biro Hukum Perkumpulan Maha Bidik mengatakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada khususnya pada frasa “dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon”, sepanjang ditafsirkan atau dimaknai/diartikan tidak berlaku atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bagi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir di tahun 2022 dan tahun 2023 mengingat Pilkada baru akan diadakan pada tahun 2024. Sehingga unsur jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Pemohon beranggapan jika ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada khususnya pada frasa “dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon”, ditafsirkan atau dimaknai/diartikan tidak berlaku atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bagi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023, mengingat Pilkada baru akan diadakan pada 2024. Sehingga unsur jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, tidak terpenuhi maka telah menimbulkan adanya perbedaan kedudukan antara warga negara di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana ketentuan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 serta telah menimbulkan tidak adanya kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita