JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan soal ketentuan pengisian jabatan pimpinan DPRD Provinsi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) terhadap UUD 1945. Dalam amar Putusan Nomor 31/PUU-XX/2022, Mahkamah menyatakan mengabulkan Sebagian permohonan yang diajukan oleh Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin.
“Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Wakil Ketua MK Aswanto dalam sidang pengucapan putusan yang digelar di MK pada Selasa (31/5/2022) siang.
Mahkamah menegaskan, dirumuskannya frasa “diresmikan dengan keputusan Menteri” dalam Pasal 112 ayat (4) UU Pemda merupakan frasa yang lazim dipergunakan untuk keabsahan setiap keputusan dan/atau tindakan yang harus ditetapkan atau diresmikan oleh badan atau pejabat pemerintah yang berwenang.
“Dalam konteks perkara a quo, Mendagri memiliki wewenang untuk meresmikan pimpinan DPRD provinsi berdasarkan keputusan rapat paripurna DPRD provinsi. Penggunaan frasa demikian juga tercantum dalam berbagai ketentuan seperti keanggotaan DPRD provinsi yang juga diresmikan dengan keputusan Menteri,” jelas Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pendapat Mahkamah.
Berlarut-larutnya proses penggantian pimpinan DPRD, menurut Mahkamah, akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Kondisi tersebut justru dapat menimbulkan pengingkaran terhadap keadilan itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, frasa “diresmikan dengan keputusan Menteri” adalah bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “wajib ditindaklanjuti secara administratif sepanjang proses di internal partai politik dan DPRD telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Oleh karena itu menurut Mahkamah, agar proses penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak terganggu dan demi kepastian hukum, maka pemaknaan demikian mengharuskan tindakan administratif a quo harus segera dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, oleh karena petitum Pemohon memohon Pasal 112 ayat (4) UU No. 23/2014 sepanjang frasa “diresmikan dengan keputusan Menteri” berlaku secara konstitusional bersyarat dan mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila dimaknai “keputusan meresmikan yang didasarkan pada kewenangan terikat Menteri dan bersifat deklaratif dengan wajib menindaklanjuti proses administratif terhadap keputusan hak istimewa partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD provinsi hasil perolehan suara pemilu dalam menentukan pimpinan DPRD provinsi” maka Mahkamah berpendapat bahwa frasa “diresmikan dengan keputusan Menteri” bertentangan dengan asas kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “wajib ditindaklanjuti secara administratif sepanjang proses di internal partai politik dan DPRD telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
“Dengan demikian, meskipun pada dasarnya baik petitum Pemohon maupun pendapat Mahkamah terdapat kesamaan dalam hal frasa dimaksud, harus dimaknai agar tetap konstitusional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun demikian, Mahkamah memiliki perbedaan dalam merumuskan syarat konstitusionalitasnya. Oleh karena itu, permohonan Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” tegas Saldi.
Alhasil, dalam amar putusan, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Hasanuddin. Mahkamah menyatakan frasa “diresmikan dengan keputusan Menteri” dalam Pasal 112 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib ditindaklanjuti secara administratif sepanjang proses di internal partai politik dan DPRD telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga:
Kekecewaan Anggota DPRD Kaltim Berujung Uji UU Pemda
Uji UU Pemda: Anggota DPRD Kaltim Pertegas Permohonan
Sebagaimana diketahui, permohonan Nomor 31/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian ini diajukan oleh Hasanuddin selaku Anggota DPRD Kalimantan Timur. Hasanuddin (Pemohon) menguji Pasal 112 ayat (4) UU Pemda yang menyatakan, “Ketua dan Wakil Ketua DPRD Provinsi diresmikan dengan Keputusan Menteri”.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (23/3/2022), kuasa hukum Pemohon, Ilhamsyah menyatakan Pemohon merasa ada ketidakpastian hukum karena Ketua DPRD Kalimantan Timur atas nama H. Makmur untuk periode 2019-2024 yang telah diberhentikan oleh Keputusan Ketua Umum dan Sekjen DPP Golkar No. B-600/Golkar/VI/2021 atas Pergantian Antarwaktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur tertanggal 16 Juni 2021, Surat Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur No. 36 Tahun 2021 tertanggal 2 November 2021, Surat DPRD Provinsi Kalimantan Timur No. 160/II.I-1407/Set-DPRD yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kalimantan Timur tertanggal 16 November 2021 tentang Usul Penggantian Ketua dan Penetapan Calon Pengganti Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur sisa masa jabatan 2019-2024.
“Legitimasi Pemohon untuk menjadi Ketua DPRD Kalimantan Timur nampaknya diabaikan oleh H. Makmur yang masih menduduki jabaran Ketua DPRD Kalimantan Timur, masih mengatasnamakan dirinya sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur, serta masih menandatangani berbagai surat DPRD untuk bermacam agenda kegiatan dan sebagainya,” jelas Ilhamsyah.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 112 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “diresmikan dengan Keputusan Menteri” tidak dimaknai “Keputusan meresmikan yang didasarkan pada kewenangan terikat menteri dan bersifat deklaratif dengan mewajibkan menindaklanjuti proses administratif terhadap keputusan hak istimewa partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD Provinsi hasil dari perolehan suara pemilu dalam menentukan pimpinan DPRD Provinsi”.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.