JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan pengujian Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang diajukan oleh Herifuddin Daulay. Sidang pembacaan Putusan Nomor 40/PUU-XX/2022 tersebut digelar pada Selasa (31/5/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.
Herifuddin Daulay selaku Pemohon yang berprofesi sebagai guru honorer asal Dumai, Riau, mengajukan uji formil dan materiil UU IKN karena undang-undang tersebut dalam proses pelaksanaannya dapat membahayakan perikehidupan berbangsa dan bernegara serta bertentangan konstitusi. Pemohon mendalilkan, secara jangka panjang dapat dipastikan bahwa ketidakjelasan faktor-faktor yang mendasari perpindahan ibukota Negara yang menjadi pokok utama isi muatan. Secara langsung Pemohon merasa dirugikan dengan terjadinya gejolak akibat hancurnya ekonomi seperti terjadi dalam kurun waktu 1965-1998.
Baca juga: Guru Honorer Uji Konstitusionalitas UU IKN
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah menilai pada bagian kedudukan hukum pengujian formil, Herifuddin Daulay yang berprofesi sebagai guru honorer asal Dumai, Riau tidak dapat menguraikan dengan jelas persoalan pertautan potensi kerugian konstitusionalitasnya atas proses pembentukan. Sementara pada bagian kedudukan hukum pengujian materiil, Pemohon hanya menguraikan dugaan pertentangan antara norma yang diuji dengan norma-norma dalam UUD 1945 tanpa mengaitkan dengan potensi kerugiannya. Pada bagian tersebut hanya berisi sejumlah argumentasi yang tidak relevan dengan anggapan kerugian konstitusional Pemohon. Oleh karena itu, sambung Arief, uraian tersebut tidak dapat menjelaskan keterkaitan norma dengan potensi kerugian yang dialami Pemohon.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah terdapat ketidakjelasan dalam uraian mengenai kedudukan hukum Pemohon, baik kedudukan hukum dalam pengujian formil maupun dalam pengujian materiil,” kata Arief dalam sidang yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Aswanto bersama dengan enam hakim konstitusi lainnya.
Baca juga: Guru Honorer Pertegas Kedudukan Hukum dalam Uji UU IKN
Persoalan Proses Pembentukan
Berikutnya berkaitan dengan alasan permohonan (posita) pengujian formil, Arief mengungkapkan bahwa Pemohon tidak pula menguraikan tentang persoalan proses pembentukan UU IKN yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pada permohonannya, Pemohon hanya menguraikan sejumlah isu yang menurutnya dapat dipertimbangkan dalam pembentukan UU IKN tersebut. Selain itu, Pemohon juga hanya menyebutkan norma dalam UU IKN menimbulkan banyak polemik tanpa menguraikan dengan jelas keterkaitannya dengan anggapan inkonstitusionalitas undang-undang dan pertentangannya dengan norma dalam UUD 1945.
Selain menimbulkan ketidakjelasan, Mahkamah juga melihat uraian permohonan Pemohon juga menimbulkan pertentangan dengan petitum. Sebab, pasal-pasal yang dimintakan dalam petitum pengujian materiil, tidak memuat uraian yang menjabarkan persoalannya dengan jelas. Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah permohonan Pemohon secara keseluruhan tidak jelas (kabur).
“Amar Putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Aswanto membacakan Amar Putusan.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana