YOGYAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjadi narasumber dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan atas kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM), Yogyakarta, pada Jumat (27/5/2022). Adapun tema kuliah umum yaitu “Putusan-Putusan Monumental Mahkamah Konstitusi”.
Enny memulai pemaparan dengan mengulas sekilas gagasan mengenai pembentukan MK. Enny mengungkapkan perdebatan mengenai lembaga yang menjadi cikal-bakal MK sudah muncul pada masa awal kemerdekaan RI, yaitu saat pembentukan undang-undang dasar. “Perlu adanya kelembagaan yang diberi fungsi untuk membanding undang-undang,” kata Enny.
Berikutnya, Enny menjelaskan kewenangan MK dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yaitu berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Sementara dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Sedangkan dalam Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 menyebutkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Putusan Monumental
Bicara mengenai putusan monumental (landmark decision), Enny mengangkat empat putusan dalam perkara pengujian undang-undang. Pertama, perlindungan anak terkait batas usia perkawinan (Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017). Kedua, mengenai kebebasan beragama bagi penghayat kepercayaan (Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016). Ketiga, hak atas pendidikan terkait 20% anggaran pendidikan. Keempat, mengenai eksekusi jaminan fidusia (Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019).
Kemudian putusan monumental dalam perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada). Pertama, mengenai syarat kewarganegaraan sebagai calon kepala daerah dalam perkara PHP Kada Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2020. Kedua, mengenai masa jeda bagi mantan narapidama ikut pilkada, dalam PHP Kada Kabupaten Boven Digoel Tahun 2020.
Sementara Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dalam pemaparannya menegaskan tugas hakim konstitusi telah selesai ketika permohonan perkara yang diajukan ke MK telah diputuskan. Sehingga hakim tidak dapat mengkomentari putusan tersebut. “Biarlah para pencari keadilan atau akademisi yang membahas putusan-putusan MK,” kata Wahiduddin.
Lebih lanjut Wahiduddin menjelaskan mengenai kriteria putusan monumental yakni putusan tersebut harus memuat hukum baru, putusan memberikan solusi konstitusional, putusan yang membatalkan keseluruhan undang-undang. Selain itu, putusan tersebut memiliki nilai strategis konstitusional yang mengubah tafsir sesuai dengan undang-undang. Kemudian, putusan tersebut juga memuat norma konstitusional.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.