YOGYAKARTA, HUMAS MKRI – Dalam Era disrupsi teknologi seperti saat ini, kebenaran informasi—khususnya yang termuat dalam media social—sangat penting. Sebab, siapapun dapat menyampaikan berbagai informasi dan menyebarkannya dalam waktu yang sangat cepat. Bahkan dapat saja pada informasi yang disebarluaskan tersebut terdapat bias informasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, penting bagi kelompok milenial untuk mengisi narasi-narasi di media sosial yang memuat tentang upaya menjaga keutuhan dan kultur serta nilai luhur bangsa Indonesia. Demikian ajakan yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam kuliah umum yang diselenggarakan atas kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Universitas PGRI Yogyakarta (UPY) pada Jumat (27/5/2022).
Dalam kuliah bertema “Ideologi Pancasila dan Tantangannya di Era Disrupsi Teknologi” tersebut, Arief menganalogikan dipilihnya Pancasila sebagai ideologi yang ideal bagi bangsa Indonesia. Sebagai ilustrasi, ia mencontohkan tiga negara besar dengan penduduk mayoritas muslim, yakni Turki, Afghanistan, dan Indonesia. Kendati ketiga negara tersebut berpenduduk mayoritas muslim, namun konsep yang dipilih dalam menjalankan negaranya berbeda-beda. Misalnya Turki memilih konsep sekuleritas, Afganistan memilih konsep negara Islam, sementara Indonesia melalui pendirinya yang mayoritas Islam dan Jawa justru memilih ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Ideologi ini dinilai bisa mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen.
“Oleh karena itu, kultur yang diciptakan oleh pendiri bangsa ini sudah sepantasnya diteladani dalam membangun dan mengisi kemerdekaan Indonesia untuk hari ini dan masa mendatang,” kata Arief dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh Rektor UPY Paiman.
Lebih lanjut Arief mengatakan, Indonesia selalu mendasarkan landasan kehidupan bernegaranya pada kedaulatan Tuhan. Artinya, sebagai manusia, maka masyarakat Indonesia sangat bergantung pada Tuhan. Sehingga bangsa Indonesia berikut dengan masyarakatnya dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang memiliki religiusitas tinggi. Oleh sebab itu, tanpa kehendak Tuhan, baik dalam kehidupan politik, hukum, budaya, dan lainnya, maka masyarakat Indonesia harus disinari dengan sinar Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Menyinergikan semua keyakinan yang hidup di Indonesia itu adalah keharusan sehingga kehidupan tak hanya berlandaskan pada satu agama saja. Bahkan konstitusi Indonesia juga mengatakan seluruh aspek kehidupan harus disinari oleh sinar ketuhanan. Untuk itu, mari bangun kader-kader yang Pancasilais sebagaimana nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa,” tandas Arief. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.