SOLO, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi pembicara dalam acara Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Solo, Jawa Tengah pada Rabu (25/5/2022). Dalam paparannya yang bertajuk “Mahkamah Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia”, Aswanto pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip negara hukum.
“Dalam kalangan ilmuwan negara hukum dikenal dua istilah prinsip negara hukum, yaitu the rule of law, yang lazim dipergunakan dalam negara-negara anglo saxon dengan common law system. Yang kedua adalah rechsstaat yang sangat popular di negara-negara Eropa Kontinental dengan civil law system,” terang Aswanto.
Aswanto juga mengungkapkan latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya undang-undang yang bermasalah namun tidak terdapat mekanisme constitutional review. Kemudian terjadinya pemakzulan (impeachment) Presiden yang dapat dilakukan hanya untuk alsan politik. Dan seringkali terjadi konflik antarlembaga negara atau Lembaga pemerintah yang hanya diselesaikan di bawah kewibawaan Presiden.
“Tidak hanya itu saja, MK berdiri dikarenakan juga tidak terdapatnya forum penyelesaian sengketa pemilihan umum yang jelas, serta Pembubaran Partai politik melalui Mahkamah Agung yang menggunakan mekanisme yang juga tidak terlalu jelas. Olehkarena itu, MK akhirnya didirikan pada 13 Agustus 2003 lalu, untuk dapat menanggulangi hal-hal tersebut,” ungkap Aswanto.
Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Dasar 1945, yakni. Menguji UU terhadap UUD 1945, Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Memutus pembubaran parpol dan Memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Selain itu, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
“Dalam perkembangannya, MK juga mendapat kewenangan untuk memutus hasil perselisihan hasil kepala daerah (Pilkada), sampai adanya badan peradilan yang menanganinya,” Aswanto.
Dalam pemaparannya, Aswanto juga menyampaikan mengenai Putusan-putusan MK terkait dengan politik demokratis semisal putusan tentang ambang batas pencalonan preaiden dan wakil presiden.
“Seperti tadi yang saya sampaikan tentang ambang batas calon presiden hingga pencalonan partai politik untuk dapat mengikuti pemilihan pada tahun 2024 mendatang,” papar Aswanto.
Acara kuliah umum tersebut dihadiri oleh civitas akademika Universitas Slamet Riyadi Surakarta, di antaranya Rektor Universitas Slamet Riyadi Surakarta Sutardi, beserta dengan Wakil Rektor I Rispanto, Wakil Rektor II Bambang Ali Kusumo, Wakil Rektor III Sutoyo. Selain itu, kegiatan tersebut dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Lusia Indrastuti dan Direktur Pascasarjana Wibowo Mukti Samadi.(*)
Penulis: Panji Erawan
Editor: Lulu Anjarsari P.