SOLO, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Daniel Yusmic P Foekh memberikan kuliah umum bertema “Kedudukan Konstitusi Sebagai Dasar Penyelenggaraan Pemerintahan” yang berlangsung di Gedung 3 Amiek Sumindriyatmi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret, Rabu, (25/5/2022), Solo, Jawa Tengah.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh yang mendapat giliran pertama untuk menyampaikan kuliah umum dengan makalah berjudul “Konstitusi, Mahkamah Konstitusi, dan Penyelenggaraan Pemerintahan Demokratis Konstitusional”. Ia mengatakan, Indonesia sejak 1945 telah melakukan beberapa kali perubahan konstitusi sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Daniel, dinamika politik dan konstitusi ibarat kereta dan relnya, “Jika kereta tidak berjalan sesuai dengan relnya maka akan menyebabkan kekacauan,” ujar Daniel. Sesuai dengan buku yang pernah ia tulis, Daniel mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) termasuk menjadi objek pengujian di MK, karena secara substansinya sama dengan Undang-Undang.
Daniel mengungkapkan ketika belum menjadi hakim konstitusi, dirinya pernah melakukan penelitian dan dalam penelitian dan menghasilkan kesimpulan, dalam praktik sejumlah negara Perpu sama seperti dengan UU darurat. Selain itu, di beberapa negara, Perpu dikeluarkan berdasar subjektivitas Presiden ketika terjadi kondisi kegentingan yang memaksa dan harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Diskresi Presiden
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul yang menjadi pembicara berikutnya mengungkapkan, Perpu merupakan diskresi yang diberikan kepada Presiden. Perpu merupakan kebijakan hukum Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki sifat diskresi dan pembentukannya harus sesuai dengan UU.
Dalam paparannya, Manahan juga menjelaskan pernyataan Indonesia sebagai negara hukum sebelum adanya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dapat dijumpai pada bagian penjelasan. Saat perubahan UUD 1945, para pelaku amendemen telah menegaskan Indonesia sebagai negara hukum Pancasila. Oleh karena itu, ketika melakukan amendemen UUD 1945, terdapat kesepakatan bahwa Pembukaan UUD tidak boleh diubah karena berisi Pancasila, penjelasan pasal UUD menjadi batang tubuh, perubahan UUD dilakukan secara addendum, tidak menghilangkan rumusan asli UUD 1945.
Penjaga Keseimbangan
Terakhir, Bambang Manumayoso, praktisi perminyakan yang menjadi pengajar pada FH UNS menjelaskan hubungan dasar negara Pancasila, hukum, pemerintah, dan dunia usaha. Menurut Bambang, Pancasila menjaga keseimbangan antara kepentingan investor yang menganut kapitalisme dengan asas gotong-royong kekeluargaan.
Menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta mengenai wacana masuknya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam UUD 1945, Manahan menegaskan, hal itu tergantung dari para pemangku kebijakan, apakah jika PPHN masuk sebagai rumusan norma dalam UUD 1945, akan cocok dengan sistem presidensiil yang mengatur setiap presiden untuk memiliki program kerja masing-masing.
Daniel Yusmic dalam jawabannya mengatakan, masyarakat harus dapat membedakan yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi itu apakah norma yang menjadi bagian dalam Undang-Undang atau Undang-Undangnya.
Selanjutnya, terkait dengan pro-kontra putusan MK, Daniel menilai hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa saja, bahkan menarik untuk dilakukan diseminasi, atau pun menjadi mosi dalam lomba debat mahasiswa. Menyinggung pertanyaan mengenai wacana masuknya PPHN dalam UUD, Daniel menilai isu tersebut menarik untuk dikaji oleh akademisi.(*)
Penulis: Ilham M.W
Editor: Lulu Anjarsari P.