SURAKARTA, HUMAS MKRI - Sebagai agen perubahan, jika mendapatkan informasi maka para generasi milenial hendaklah mencerna secara objektif dan lebih dahulu melakukan cross-check atas sumber utama suatu informasi. Sehingga informasi yang akan diteruskan tersebut teruji validitasnya. Demikian nasihat pembuka yang disampaikan Ketua MK Anwar Usman selaku pembicara kunci dalam kuliah umum bertema “Internalisasi Ideologi Pancasila di Era Digital Bagi Generasi Milenial” pada Rabu (25/5/2022) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
Pada kegiatan yang digelar secara daring dan luring ini, Anwar mengakui adanya tantangan dalam membangun dan menyiapkan generasi milenial pada era post-truth. Sebab pada masa ini, derasnya arus informasi dari berbagai macam media dapat berdampak pada misleading informasi yang berujung pada fragmentasi sosial. Untuk itu, para generasi milenial diharapkan dapat menyuplai informasi yang tepat dan akurat agar tidak tersesat di tengah rimba informasi yang penuh dengan konflik dan kepentingan.
“Untuk itu para generasi milenial tempatkanlah informasi yang diterima sebagai wawasan dan pengetahuan semata, bukan sebagai dasar untuk mengambil keputusan apalagi merasuk menjadi sebuah keyakinan. Meski teknologi telah mempermudah kita untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan, namun tetaplah belajar secara pedagogis, melalui pendidikan resmi secara berjenjang, agar ilmu yang didapat bisa dipertanggungjawabkan,“ sebut Anwar dalam kegiatan yang dihadiri Rektor UNS Jamal Wiwoho, Dekan FISIP UNS Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, Kaprodi Hubungan Internasional FISIP UNS Ign. Agung Satyawan, dan para civitas akademika FISIP UNS.
Negara Demokrasi Berketuhanan
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengaitkan tema kegiatan ini dengan Pancasila. Arief mengatakan, Indonesia merupakan negara besar yang lahir dan dirumuskan oleh pendiri bangsa dengan meletakkan dasar-dasar negara serta garis kebijakan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Seiring bertumbuhnya Indonesia hingga lahirnya reformasi, negara merdeka bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia masih berdiri kokoh. Hal ini , kata Arief, tidak lepas dari kata-kata “Berkat rahmat Tuhan Yang Mahakuasa …” yang ada pada Pembukaan UUD 1945 yang telah didesain oleh para pendiri bangsa jauh pada masa perjuangan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya sebagai generasi penerus hal utama yang perlu dilakukan yakni mempertahankan NKRI dengan nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Lebih jauh Arief menyebutkan dalam mengelola negara ini, Indonesia telah disatukan oleh konstitusi. Melalui Mahkamah Konstitusi (MK), negara mengamanatkan agar lembaga ini menjadi penjaga ideologi dan dasar negara. Dari Pembukaan Aline IV, sambung Arief, dapat dilihat bahwa Indonesia dalam tataran ilmu politik dan sosial, memiliki ciri berbeda dengan negara lain dalam menjalankan konsep negara.
“Indonesia negara yang menjalankan praktik teokrasi, nomokrasi, dan demokrasi secara bersamaan. Ketiga unsur konsep bernegara ini oleh Indonesia, dipadukan menjadi negara demokrasi berlandaskan konstitusi yang berketuhanan. Di Indonesia, bagaimana hubungan negara dan agama serta keyakinan bangsa Indonesia kemudian bersinergi menjadi sebuah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara,” sampai Arief.
Kepada peserta kuliah umum yang terdiri atas para mahasiswa yang merupakan generasi milenial ini, Arief mengajak para mahasiswa untuk membangun negara demokrasi yang berkarakter Pancasila. Mengingat pada beberapa waktu belakangan ini, sangat marak uraian kebencian yang jauh dari konsep kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana digariskan oleh para pendiri bangsa. Untuk itu, diharapkan dengan mengembangkan konsep negara khas Indonesia tersebut, akan ditemukan konsep-konsep bernegara yang berbeda dari negara-negara lain di dunia.
“Mari ciptakan negara berkosmo Indonesia. Bagaimana misalnya, otonomi daerah dan pemilihan umum yang berkarakter Pancasila,” ajak Arief kepada para peserta kuliah umum yang hadir dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Hoaks Era Digital
Dekan FISIP UNS Ismi Dwi Astuti Nurhaeni selaku pemateri dalam kegiatan ini memaparkan dampak hoaks di era digital yang marak melanda generasi milenial pada masa sekarang. Dikatakan Ismi bahwa hokas dapat terjadi dalam berbagai cara, di antaranya informasi yang tidak lengkap yang disajikan oleh penyaji yang bersifat sebagai pembawa; informasi yang semula fakta kemudian disesatkan dengan tambahan persepsi personal penyaji; dan informasi yang disesatkan sejak semula yang dibumbui dengan persepsi personal penyaji.
Diakui oleh Ismi, informasi hoaks umumnya disajikan oleh mereka yang berkategori pembicara efektif dan kharismatik serta dihormati, yang memiliki pengikut serta pengagum dalam jumlah yang besar. Namun di balik semua itu, Ismi mengatakan dunia digital tidak memiliki toleransi terhadap kebohongan. Dengan kata lain, selalu ada jalan cerdas untuk menguji kebenaran fakta dan jejak digital dari siapa pun.
“Oleh karenanya, generasi milenial harus memiliki tujuh elemen literasi digital generasi milenial. Yakni literasi informasi, digital scholarship, learning skill, ICT literacy, manajemen privasi, communication and collaboration, dan media literacy,” sampai Ismi.
Usai mendapatkan materi dari dua narasumber, para mahasiswa baik dari ruang luring dan daring diperkenankan mengajukan tanggapan, saran, dan pertanyaan atas materi yang telah disampaikan dengan baik oleh pemateri.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.