BOGOR, HUMAS MKRI - Hari kedua kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Anggota Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik), pada Rabu (18/5/2022). Kegiatan tersebut digelar secara daring dengan menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Yudi Latif (Mantan Kepala BPIP), Pan Mohamad Faiz (Peneliti Senior MK), I Gusti Ayu KRH (Guru Besar Hukum Administrasi Negara UNS) dan Amzulian Rifai (Anggota KY).
Dalam sesi pertama pada hari kedua ini, Yudi Latif menyampaikan materi mengenai Reaktualisasi Implementasi Nilai-Nilai Pancasila. Yudi mengatakan, demokrasi yang diperjuangkan di Indonesia adalah demokrasi konstitusional. Ia menyebut, demokrasi konstitusional merupakan suatu demokrasi yang tujuan ideologis dan teologis. Kedua tujuan tersebut diperjuangkan untuk memenuhi dan menjalankan konstitusi.
“Jadi, dalam menjalankan demokrasi ini sering copy paste undang-undang atau model-model demokrasi prosedur dari luar tetapi tidak pernah mencoba kita secara konsisten taat azas apakah pilihan undang-undang atau pilihan desain demokrasi kita tegak lurus tidak pada prinsip-prinsip demokrasi. Padahal demokrasi konstitusional artinya demokrasi yang tujuan ideologis dan teologisnya adalah memenuhi dan menjalankan konstitusi,” ujar Yudi yang hadir secara daring.
Menurut Yudi, ketika para dewan rakyat menyusun UU, menyusun berbagai kebijakan maupun menyusun desain kelembagaan politik serta menyusun desain sistem pemilihan harus tegak lurus kepada prinsip-prinsip konstitusi. “Jadi misalnya kita boleh bertanya apakah dalam sistem presidensial memang sejarah konstitusinya itu membolehkan adanya presidential threshold? Itu harus tegak lurus. Hal-hal itu harus bisa dipertanyakan,” tegasnya.
Selain itu, Yudi juga menjelaskan mengenai tujuan negara. Ia mengatakan, tujuan negara terdapat dalam pembukaan UUD 1945 tersebut berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dan seluruh tumpah darahnya bukanlah tugas negara atau pemerintah semata.
Baca juga: MK Gelar Kegiatan PPHKWN Bagi Pengurus dan Anggota KAHMI
Hukum Acara Pengujian UU
Sementara Peneliti Senior MK Pan Mohammad Faiz menyampaikan materi mengenai Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945. Faiz menjelaskan secara sederhana kita dapat membedakan konstitusi dalam arti sempit dan luas.
“Dalam arti sempit konstitusi diartikan sebagai Undang-Undang Dasar, sementara dalam arti luas berarti nilai-nilai dasar kenegaraan yang bisa jadi antara negara satu dengan negara lainnya yang memiliki prinsip-prinsip yang sama. Inilah yang kemudian dijadikan dasar pembentukan MK,” ujar Faiz.
Dikatakan Faiz, konstitusi itu harus hidup maka kadang ketika membaca UUD 1945 tidak hanya tekstual saja, tetapi juga bisa harus melihat apa yang ada di balik nilai-nilai dalam pasal tersebut. “Karena kita sudah menjadikan konstitusi sebagai pedoman dalam bernegara maka juga harus dijadikan sumber di seluruh peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logisnya karena kita menganut supremasi konstitusi maka tidak ada keputusan ataupun tindakan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Sehingga harus sesuai dan sejalan dengan UUD 1945,” paparnya.
Sistem Penyelenggaraan Negara
Narasumber selanjutnya yakni I Gusti Ayu yang merupakan Guru Besar Hukum Administrasi Negara UNS memaparkan materi mengenai Sistem Penyelenggaraan Negara berdasarkan UUD 1945. Ia mengatakan UUD1945 merupakan norma dasar yang tertulis disamping itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
“Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUDnya saja akan tetapi harus menyelidiki juga sebagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinan dari UUD 1945,” ujar Ayu. Menurutnya, UUD 1945 tidak dapat dipahami jika hanya dibaca teksnya. Oleh karena itu, harus dipelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibuat.
Lebih lanjut Ayu menegaskan, negara menurut pengertian "pembukaan” menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. Menurutnya, UU NRI 1945 harus mengandung isi dan mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Selain itu, Ayu juga menjelaskan mengenai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar sebagai sumber hukum positif. Rumusan hukum dasar dalam pasal-pasal yang terdapat pada batang tubuh UUD 1945 adalah pancaran dan norma yang ada dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Untuk diketahui, kegiatan ini akan diikuti oleh para peserta selama empat hari ke depan Selasa–Jumat (17–20/5/2022) dengan berbagai materi dan pemateri terbaik dalam bidang Hukum Tata Negara dan konstitusi. Kegiatan tersebut diikuti 390 orang sebagaimana teregistrasi di dalam sistem e-pusdik. Adapun materi yang diulas oleh para ahli dan praktisi hukum pada kegiatan ini, yakni mengenai reaktualisasi implementasi nilai-nilai Pancasila; Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; Konstitusi dan Konstitusionalisme; Sistem Penyelenggaraan Negara berdasarkan UUD 1945; dan Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara menurut UUD NRI Tahun 1945. Selain itu, para peserta diberikan materi mengenai penyusunan permohonan pengujian UU serta mempraktikkan materi yang diberikan. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.