TERNATE, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Kebangsaan Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dengan tema “Sinergi Pemuda, Indonesia Bangkit”, pada Senin (16/5/2022) di Kalumpang, Ternate, Provinsi Maluku Utara. Anwar yang hadir secara langsung mengatakan sebuah bangsa dapat menjadi besar dan digdaya, bergantung kepada kontinuitas (kesinambungan) perjalanannya.
“Jika setiap era dan fase perjalanan bangsa terus berlanjut dan mengalami perubahan yang lebih baik dan terdapat pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan, maka kebesaran sebuah bangsa hanya tinggal menunggu waktunya. Namun begitu pula sebaliknya, jika kesinambungan perjalanan sebuah bangsa tidak dapat dijaga, maka bangsa dan negara tersebut tidak akan mengalami kemajuan, bahkan bisa jadi negara tersebut akan mengalami kehancuran,” ujar Anwar.
Oleh karena itu, Anwar menegaskan, dalam rangka menjaga kesinambungan tersebut, proses regenerasi perjalanan sebuah bangsa, mutlak harus dilakukan. “Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga proses regenerasi adalah, dilakukannya penanaman dan pemahaman nilai-nilai dasar tentang hukum dan konstitusi bagi generasi penerus bangsa, pemuda dan mahasiswa, sebagaimana digagas oleh panitia Kongres ke-XVI Pemuda/KNPI dalam kegiatan ini,” tegas Anwar.
Dikatakan Anwar, sebagai sebuah bangsa yang besar, kita patut bersyukur karena perjalanan hidup kebangsaan kita yang plural, telah banyak pengalaman yang kita rasakan dan lalui. Jika berbicara tentang kalangan mahasiswa dan pemuda, yang notabene merupakan aset generasi penerus bangsa, sejarah telah mencatat berbagai peran mahasiwa dan pemuda yang sangat baik dalam perjalanan kehidupan kebangsaan kita. Bahkan, kemerdekaan dan demokrasi yang kita nikmati hari ini, tentu tidak bisa dilepaskan dari peran dan kiprah mahasiswa dan pemuda yang selalu hadir dan mengambil bagian penting dalam setiap kesempatan. Sejak zaman penjajahan dahulu, hingga masa pemerintahan sekarang, peran mahasiswa dan pemuda tidak pernah lepas dalam era dan masanya.
Cikal Bakal MK
Anwar juga menjelaskan mengenai MK. Anwar mengatakan cikal-bakal lahirnya pemikiran tentang keberadaan MK di Indonesia, sebenarnya telah dimulai pada saat pembahasan UUD 1945. Pemikiran tersebut digagas oleh Muhammad Yamin yang ketika pembahasan rancangan UUD oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengatakan pentingnya sebuah lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan untuk membanding undang-undang.
Namun pemikiran tersebut ditolak, dengan beberapa alasan. Pertama, bangsa Indonesia baru saja merdeka, sehingga para sarjana hukum di Indonesia belumlah banyak. Kedua, tugas hakim adalah menerapkan undang-undang, bukan menguji undang-undang. Ketiga, kewenangan hakim untuk menguji undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi MPR. Keempat, Indonesia tidak menganut paham Trias Politica, melainkan distribution of power.
Lebih lanjut Anwar menjelaskan, pada saat pembahasan untuk merubah UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat mengenai pentingnya suatu lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan untuk membanding undang-undang muncul kembali.
Menurut Anwar, dalam perkembangannya, ide pembentukan MK mendapat respon positif dan menjadi salah satu materi perubahan UUD yang diputuskan oleh MPR. Setelah melalui proses pembahasan yang mendalam, cermat, dan demokratis, akhirnya ide pembentukan MK menjadi kenyataan dengan disahkannya Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 yang menjadi bagian Perubahan Ketiga pada Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 9 November 2001.
“Perubahan UUD 1945 yang cukup besar dari sisi kuantitas dan juga dari sisi substansi sebagaimana diuraikan di atas, jika kita simak perubahannya terdapat satu materi muatan yang sangat penting, yakni dimuatnya secara khusus Bab tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam Bab XA. Meski pengaturan HAM tidak hanya terdapat dalam Bab XA UUD 1945, penempatan dan pengaturan secara khusus tentang HAM, memberikan satu indikasi yang kuat bahwa negara secara sungguh-sungguh ingin memberikan jaminan perlindungan hak konstitusional terhadap warga negaranya.
Sejalan dengan itu, sambung Anwar, dibentuknya MK pada perubahan UUD 1945 pada tahun 1999 – 2002, juga ditujukan untuk mengawal terjaminnya hak konstitusional warga negara. Dalam konteks ini, MK bertugas untuk mengawal agar jaminan hak konstitusional warga negara dapat dijamin pelaksanaannya melalui pembentukan UU sebagaimana digariskan dalam UUD 1945.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.