BOGOR, HUMAS MKRI – Pelatihan SDM Terampil dan Responsif untuk Layanan Disabilitas di Lingkungan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi memasuki hari kedua, pada Kamis (12/5/2022). Kegiatan ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor.
Dalam kegiatan tersebut, Sarli Zulhendra seorang advokat memberikan materi kepada para peserta. Adapun materi yang disampaikan secara daring tersebut adalah Hak-hak Penyandang Disabilitas pada Proses Peradilan (Sesuai PP No. 39 Tahun 2020).
Sarli menjelaskan ragam akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan dibagi menjadi dua kategori. Pertama, akomodasi yang layak dalam hal pelayanan. Kedua, akomodasi yang layak dalam hal sarana dan prasarana. Lebih lanjut, ia menyampaikan akomodasi yang layak merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjamin pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak penyandang disabilitas. Mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas sendiri telah terdapat dalam beberapa produk hukum yang mengatur mengenai hak penyandang disabilitas, baik nasional maupun internasional.
“Semua akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan ditujukan agar penyandang disabilitas dapat memperoleh peradilan yang fair dan setara,” tegas Sarli.
Selain itu, Sarli menjelaskan penyediaan akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas harus didahului dengan penilaian personal. Penilaian personal merupakan suatu upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan, dan kebutuhan penyandang disabilitas. Hal ini dapat dilakukan baik secara medis maupun psikis.
Interaksi dengan Penyandang Disabilitas
Selanjutnya, Dosen FH UII M. Syafi’ie memaparkan materi mengenai Etiket Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas. Dirinya menjelaskan negara telah menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara dan mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas tanpa diskriminasi. Lanjut Syafi’ie, tidak hanya dukungan infrastruktur, untuk mewujudkan Indonesia yang ramah pada disabilitas penting juga menjaga sikap dan etika kita dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas.
Syafi’ie juga menjelaskan mengenai cara interaksi yang beretika dengan penyandang disabilitas. “Jangan lupa salam, sapa dan sentuh ketika memulai interaksi dengan penyandang disabilitas sensorik netra. Kemudian, dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas fisik, yang terpenting adalah menanyakan terlebih dahulu apakah mereka memerlukan bantuan atau tidak,” jelasnya.
“Sementara, jika berinteraksi dengan penyandang disabilitas rungu wicara, gunakan bahasa tubuh, mimik, gestur ataupun ekspresi yang jelas. Jika diperlukan, bisa juga menggunakan alat tulis. Untuk berinteraksi dengan penyandang disabilitas mental, hendaknya menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana dan mudah dipahami,” lanjutnya.
Sarana Prasarana Aksesibel
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII Despan Heryansyah. Ia menjelaskan, sejatinya, penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, serta peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya dalam kehidupan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang memperhatikan dan mewadahi tentang hak penyandang disabilitas dalam kegitan kehidupannya dalam masyarakat.
Sarana dan prasarana sendiri dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sarana dan prasarana umum dan khas. Sarana dan prasarana umum dimaknai sebagai akomodasi yang dibangun secara inklusif sehingga bisa diakses oleh penyandang disabilitas dengan segala jenis hambatan dan memudahkan setiap orang untuk mengaksesnya. Sarana dan prasarana khas dimaknai sebagai akomodasi yang didesain secara spesifik untuk mengatasi hambatan tertentu yang dihadapi oleh penyndang disabilitas.
Aksesibilitas sebuah infrastruktur pada sebuah bangunan merupakan hal yang paling penting untuk menunjang keamanan dan kenyamanan semua orang yang ada di dalamnya. Tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas, khususnya tunadaksa.
Penyandang Disabilitas Mental dan Intelektual
Pemateri terakhir di hari kedua kegiatan ini, Yeni Rosa Damayanti, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, menyajikan materi mengenai Pengenalan Penyandang Disabilitas Mental dan Intelektual. Ia menjelaskan disabilitas psikososial atau disabilitas mental merupakan disabilitas yang muncul dari interaksi antara orang-orang yang mengalami masalah Kesehatan jiwa dengan lingkungan yang tidak mendukung atau menghambat.
Lebih lanjut, Yeni menyebut masalah kesehatan jiwa ini sendiri bisa menimbulkan kondisi disabilitas seperti bipolar, yang merupakan gangguan mental ditandai dengan perubahan emosi yang drastis. Seseorang yang menderita bipolar dapat merasakan gejala mania (sangat aktif dan bersemangat) dan depresif (sangat terpuruk).
“Gangguan bipolar umumnya ditandai dengan perubahan emosi yang drastis, seperti dari sangat Bahagia menjadi sangat sedih, dari percaya diri menjadi pesimis, dari bersemangat menjadi malas beraktivitas. Setiap fase emosi dapat berlangsung dalam hitungan minggu bahkan bulan,” jelas Yeni. (*)
Penulis: Bayu Wicaksono
Editor: Lulu Anjarsari P.