JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) pada Rabu (11/5/2022). Sidang permohonan perkara Nomor 46/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Moch Ojat Sudrajat, seorang penggiat informasi publik asal Lebak, Banten.
Sedianya agenda persidangan siang ini yaitu pemeriksaan perbaikan. Namun Pemohon berhalangan hadir dan meminta penjadwalan ulang sidang.
“Pemohon mengajukan penundaan atau penjadwalan ulang karena ada halangan, sehingga tidak bisa hadir untuk menyampaikan perbaikan. Permohonan tersebut nantinya akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, apakah penjadwalan ulang akan dikabulkan atau Mahkamah merasa tidak perlu lagi ada sidang perbaikan permohonan. Karena naskah permohonan secara fisik telah diterima oleh Mahkamah. Dengan demikian, sidang permohonan Perkara No. 46/PUU-XX/2022 dinyatakan selesai dan ditutup,” ujar Ketua Panel Saldi Isra.
Baca juga:
Menyoal “Atasan-Bawahan” Badan Pemerintahan dalam UU Administrasi Pemerintahan
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (14/4/2022), Moch Ojat Sudrajat (Pemohon) memaparkan kerugian konstitusional yang dialaminya akibat berlakunya Pasal 4 ayat (1) huruf d UU AP. Menurutnya, berdasarkan pasal tersebut, badan pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang disebutkan UUD 1945 ketika diduga melakukan perbuatan melawan hukum, maka gugatan yang dilakukan warga masyarakat dan/atau badan hukum privat harus dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) “setelah menempuh upaya administratif” yakni upaya keberatan dan banding.
Pasal 4 ayat (1) huruf d UU AP yang menyebutkan, “Ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini meliputi semua aktivitas: … d. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang”.
Pemohon menganggap ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU AP bertentangan dengan hak Pemohon sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Menurut Pemohon, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam implementasi pada lembaga peradilan dicerminkan atas suatu asas sederhana yang bermakna memiliki cara yang jelas dengan kemudahan dipahami tanpa proses yang berbelit-belit, cepat, dengan biaya yang ringan dalam mencari keadilan.
Pemohon membenarkan saat ini badan dan/atau pejabat pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan, khususnya yang dibentuk berdasarkan undang-undang dapat dikatakan hampir secara keseluruhan memiliki struktur organisasi secara hirarkis. Badan yang berposisi di pusat menjadi “atasan” bagi badan yang berada di provinsi dan/atau kabupaten /kota. Namun hal tersebut tidak terjadi untuk Komisi Informasi.
“Contohnya antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Informasi Provinsi seperti tidak ada ‘atasan’,” kata Moch Ojat Sudrajat kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.