Pemohon Tidak Hadir, MK Tunda Sidang UU Pilkada
Selasa, 10 Mei 2022
| 13:54 WIB
Hakim Konstitusi menggelar persidangan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), pada Selasa (10/5) secara daring. Namun dalam persidangan tersebut, Pemohon yakni Perkumpulan Maha Bidik Indonesia tidak hadir. Foto : Humas/BPE
JAKARTA, HUMAS MKRI - Perkumpulan Maha Bidik Indonesia selaku Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) tidak hadir dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 55/PUU-XX/2022. Sidang tersebut digelar pada Selasa (10/5/2022) di Ruang Sidang Panel MK.
“Sesuai dengan agenda hari ini adalah sidang pendahuluan untuk perkara 55/PUU-XX/2022 tetapi Kepaniteraan Mahkamah pagi ini menerima surat yang disampaikan oleh Pemohon bahwa mereka tidak bisa hadir untuk sidang pendahuluan hari ini, dan oleh karena itu sidang hari ini ditunda menunggu penjadwalan ulang dari Kepaniteraan Mahkamah. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup,” ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra selaku Ketua Panel.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan diri sebagai perkumpulan yang meneliti dan mencermati proses pemilihan pejabat suatu instansi atau lembaga publik lainnya. Adapun Pemohon mempersoalkan Pasal 71 Ayat (2) UU Pilkada. Pasal tersebut menyatakan, “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri”.
Menyoroti Pilkada 2024 mendatang, menurut Pemohon, apabila frasa “dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon” dimaknai tidak berlaku bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 dan 2023, kepala daerah tersebut masih bisa melakukan rotasi atau mutasi pejabat (ASN). Rotasi ini ditengarai Pemohon biasanya memiliki dasar kedekatan dengan kepala daerah yang akan habis masa jabatannya untuk mendukung persiapan mencalonkan diri kembali pada Pilkada selanjutnya. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita