JAKARTA (SINDO) â Pemerintah berencana menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) terkait pelarangan aliran Ahmadiyah oleh Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem).
Menko Polhukam Widodo AS mengatakan, SKB tersebut untuk menegaskan penghentian kegiatan aliran Ahmadiyah. âKita dorong agar institusi terkait segera merumuskan SKB tersebut. Kita serahkan kepada Depdagri, Depag, dan Jaksa Agung,â tegas Widodo seusai memimpin rapat koordinasi dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kapolri Jenderal Pol Sutanto, dan Menkumham Andi Mattalatta, di Jakarta, kemarin.
Widodo menegaskan, pemerintah tidak akan melarang Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) berada di Indonesia, tetapi menghentikan kegiatan-kegiatan JAI. Dia mengatakan, Bakor Pakem sebagai elemen pemerintah yang mengelola masalahmasalah terkait aliran beragama sudah melakukan rapat dan menyampaikan sejumlah rekomendasi.
Setelah dilakukan pembahasan oleh Bakor Pakem, ujarnya, tentunya dapat ditindaklanjuti dengan merumuskan SKB sesuai prosedur yang diatur UU 1/PNPS 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Untuk mengantisipasi terjadinya aksi kekerasan, Menko Polhukam meminta Kapolri untuk menyiapkan keamanan.
âPolri melakukan cover dua aspek, yakni aspek perlindungan terhadap warga negara serta aspek pencegahan dan penindakan terhadap aksi-aksi kekerasan dan anarkistis yang ditimbulkan,â tandas Widodo. Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan, pemerintah tidak akan melarang keberadaan JAI di Indonesia.
Pemerintah hanya meminta para pengikut JAI untuk menghentikan kegiatannya. âSoal sanksi terhadap pasal penodaan agama adalah tugas polisi, bukan kejaksaan. Kalau polisi sudah menindaklanjuti, kejaksaan akan memberikan petunjuk,â kata Hendarman. Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII DPR MH. Said Abdullah menyayangkan pelarangan terhadap aliran Ahmadiyah.
Menurut dia, konstitusi di Indonesia justru memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memeluk, melaksanakan agama, serta keyakinannya secara bebas, damai, dan aman. Jika hak ini tidak diberikan, ada kekhawatiran intervensi dari pemerintah. âDalam konteks Ahmadiyah, tidak boleh serta-merta pemerintah memberikan kesimpulan peringatan atas pertimbangan subjektif ataupun karena ada desakan dari institusi keagamaan lain,â katanya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menambahkan, seharusnya Ahmadiyah dibiarkan melaksanakan ajaran dan keyakinannya seperti layaknya penganut agama lain. Atas dasar itu, Said mendesak pemerintah untuk tetap memberikan perlindungan terhadap jamaah Ahmadiyah. âJanganlah pemerintah menempatkan diri seperti Tuhan yang bisa menentukan hitam-putihnya keyakinan warga,â tegas Said.
Jika pemerintah bertindak terlalu jauh, dia khawatir akan terjadi anarkisme sosial terhadap Ahmadiyah sebagaimana yang terjadi akibat fatwa MUI yang tidak bijaksana. Menurut Said, jika warga Ahmadiyah melanggar tatanan atau norma hukum positif, barulah pemerintah boleh bertindak. Itu pun harus melalui proses hukum di pengadilan.
Dia menyatakan, cara-cara yang ditempuh pemerintah sama seperti awal kebangkitan Orde Baru, yakni bermanis-manis terhadap kelompok yang satu dan pada saat bersamaan menginjak kaki kelompok lain. Pihaknya mengimbau kepada jamaah Ahmadiyah untuk bijaksana menyikapi persoalan ini dan terus melakukan dialog. âSaya curiga, jangan-jangan masalah ini sekadar strategi pemerintah untuk mengalihkan isu tekanan ekonomi rakyat yang tidak kunjung bisa dituntaskan pemerintah,â ujar dia. (amril/ahmad baidowi)
Sumber www.seputar-indonesia.com
Foto www.google.co.id