JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) terhadap UUD 1945 pada Senin (09/5/2022). Permohonan diajukan Ignatius Supriyadi. Agenda sidang perkara Nomor 56/PUU-XX/2022 ini adalah Pemeriksaan Pendahuluan.
Adapun norma yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 27A ayat (2) huruf b UU MK yang menyatakan, “Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang keanggotannya terdiri atas: b. 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial”
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon mengatakan ketentuan dalam Pasal 27A ayat (2) huruf b UU MK yang masih melibatkan peranan Komisi Yudisial (KY) dalam MK bertentangan dengan kepastian hukum. Ia mengatakan dalam putusan MK sebelumnya telah dikatakan bahwa KY tidak memiliki peranan atau keterlibatan dalam MK.
“KY itu merupakan lembaga lain yang dalam pembentukannya berdasarkan Pasal 24B UUD 1945 itu tidak memiliki ketersinggungan dengan MK. Sehingga kalau anggota KY masih diikutkan dalam peranan menjadi anggota Majelis Kehormatan MK maka itu bertentangan dengan putusan-putusan MK sebelumnya dan juga tentunya bertentangan dengan original intent pembentukan Pasal 24B 1945,” ujar Supriyadi secara daring.
Menurut Supriyadi, ia sebagai advokat yang beracara di MK melihat hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi advokat. Karena selain menghambat profesionalitas tentunya peraturan ini juga merupakan ketidakharmonis atau selaras dengan putusan-putusan MK sebelumnya.
“Oleh karena itu materi muatan ini harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tegasnya.
Selain itu, dalam permohonannya, Supriyadi mengatakan materi muatan Pasal 27A ayat (2) huruf b UU MK ternyata tidak mencerminkan dan mengejawantahkan adanya kepastian hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) juncto Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena melibatkan peranan dari KY dalam pembentukan atau keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Padahal keberadaan MK tidak bersinggungan atau berkaitan atau bergantung dari KY. Supriyadi menegaskan, tidaklah konstitusional bilamana KY masih memiliki peranan atau keterlibatan dalam MK, in casu sebagai salah satu anggota MKMK.
Nasihat Hakim
Usai paparan permohonan, giliran panel hakim menyampaikan nasihat-nasihat. Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan Pemohon agar menambahkan uraian di dalam legal standing.
“Bisa ditambahkan yang pada intinya secara kelembagaan Komisi Yudisial itu adalah lembaga negara yang bisa konflik bilamana terjadi Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara sehingga memang KY ini dianggap suatu lembaga negara yang kemungkinannya atau sangat besar kemungkinannya menjadi salah satu pihak dalam perkara kewenangan lembaga yang diperiksa oleh MK,” kata Manahan.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengingatkan Pemohon agar mempertimbangkan dampak dari Pasal a quo jika dinyatakan bertentangan. “Mungkin nanti dibuat alternatif,” kata Daniel.
Sebelum menutup persidangan, Ketua Panel Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan Pemohon diberi waktu untuk memperbaiki permohonannya sampai dengan Senin, 23 Mei 2022. Perbaikan permohonan paling lambat diterima MK dua jam sebelum dimulainya persidangan.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Nur R.