JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak dapat diterima. Putusan Nomor 21/PUU-XX/2022 terrsebut dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Putusan MK pada Rabu (20/04/2022). Perkara ini diajukan oleh lima anggota DPD RI, yaitu Ajbar, Muhammad J. Wartabone, Eni Sumarni, M. Syukur, dan Abdul Rachman Thaha yang mendalilkan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Wakil Ketua MK Aswanto menyebutkan sehubungan dengan kualifikasi para Pemohon sebagai anggota DPD, Mahkamah tidak menemukan adanya kerugian konstitusional para Pemohon dalam perkara ini. Bahwa tidak ada hubungan sebab akibat yang diakibatkan oleh UU a quo dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan para Pemohon dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah. Sebab, pemberlakuan norma Pasal 222 UU 7/2017 tidak mengurangi kesempatan para Pemohon yang merupakan putra-putri terbaik daerah untuk menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden, sepanjang memenuhi persyaratan dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu.
Baca juga: Ahmad Yani: Ketentuan Ambang Batas Capres Bukan Open Legal Policy
Di samping itu, Mahkamah berpendapat para Pemohon juga tidak memenuhi kualifikasi perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih. Sehingga, kerugian hak konstitusional dengan berlakunya ketentuan norma yang didalilkan tersebut tidak menunjukkan bukti adanya dukungan bagi para Pemohon untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu atau setidak-tidaknya menyertakan partai politik pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan para Pemohon.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, maka para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” tegas Aswanto dalam persidangan yang diikuti oleh para pihak secara daring dari kediaman masing-masing.
Baca juga: Pemohon Uji UU Pemilu Perjelas Poin Perbaikan Permohonan
Sebelumnya, para Pemohon mengatakan Pasal 222 UU Pemilu secara langsung dan tidak langsung merugikan hak konstitusional para Pemohon. Sebab pemberlakuan pasal tersebut dinilai menciptakan sistem pencalonan presiden dan wakil presiden yang tidak adil dan demokratis, mempersempit peluang calon presiden dan wakil presiden alternatif sehingga hal demikian nyata berpotensi bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pandangan para Pemohon, pemberlakuan pasal tersebut tak hanya merugikan partai politik tetapi juga merugikan hak konstitusional warga negara dalam memperoleh calon presiden dan wakil presiden yang beragam dari putra/putri terbaik bangsa, membatasi lahirnya calon-calon pemimpin, dan membatasi hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana